Khamis, 28 Januari 2016
Arti Tawasul dan Hukum Tawasul
Arti Tawasul dan Hukum Tawasul - Berikut ini adalah artikel mengenai arti tawasul dan hukum tawasul menurut ahlussunnah wal jamaah.
Arti Tawasul adalah mendekatkan diri atau memohon kepada Allah SWT dengan melalui wasilah (perantara) yang memiliki kedudukan baik di sisi Allah SWT.
Wasilah yang digunakan bisa berupa nama dan sifat Allah SWT, amal shaleh yang kita lakukan, dzat serta kedudukan para nabi dan orang shaleh, atau bisa juga dengan meminta doa kepada hamba-Nya yang sholeh. Allah SWT berfirman :
وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَة
Artinya : Dan carilah jalan yang mendekatkan diri ( Wasilah ) kepada-Nya. (Al-Maidah:35).
Menurut jumhur Ahlus Sunnah Wal-Jamaah, tawasul dengan segala ragamnya adalah perbuatan yang dibolehkan atau dianjurkan. Kebolehan tawasul dengan nama dan sifat Allah SWT, amal shaleh dan meminta doa dari orang sholeh telah disepakati, bahkan oleh kelompok yang keras sikapnya terhadap tawasul ini, sehingga perlu kami paparkan dalil-dalilnya panjang lebar. Arti Tawasul dan Hukum Tawasul.
Hukum Tawasul - Bertawasul dengan nabi dan orang-orang shaleh kerap menjadi permasalahan. Contoh sederhana tawasul jenis ini adalah ketika seseorang mengharapkan ampunan Allah SWT. Misalnya ia berdoa, “ Ya Allah, aku memohon ampunanmu dengan perantara nabi-Mu atau Syaikh Abdul Qadir al-Jailani.” Terlihat jelas dalam bertawasul, nabi atau orang sholeh hanyalah perantara, sedangkan yang dituju dengan do’a hanyalah Allah SWT semata. Dengan tawasul, ia tidak menjadikan nabi dan orang shaleh tersebut sebagai tuhan yang disembah.
Namun kenyataan sederhana ini tidak bisa dipahami oleh sebagian orang yang mengaku mengikuti sunnah namun kenyataannya adalah jauh dari sunnah. Mereka menganggap tawasul jenis ini adalah bentuk menyekutukan Allah SWT. Seorang Syaikh Wahabi Abu Bakar Al-Jaziri berkata mengenai Tawasul: “ Sesungguhnya berdoa kepada orang-orang shaleh, Istighosah (meminta tolong) kepada mereka dan tawasul dengan kedudukan mereka tidak terdapat didalam agama Allah ta’ala, baik berupa ibadah maupun amal shaleh sehingga tidak boleh bertawasul dengannya selama-lamanya. Bahkan itu adalah bentuk menyekutukan Allah SWT di dalam beribadah kepada-Nya, hukumnya haram dan dapat mengeluarkan pelakunya dari agama Islam serta mengakibatkan kekekalan baginya di neraka Jahannam.”(Aqidatul Mu’min, hal 144). Fatwa ini sangat tendensius dan tidak berbobot ilmiah.
Dalil - dalil Hukum Tawasul
Dalil Pertama Mengenai Hukum Tawasul - Kebolehan bertawasul dengan nabi adalah hadits shahih tentang Syafaat yang diriwayatkan oleh para hufadz dan ahli hadits. Pada hari kiamat, ketika manusia dikumpulkan di padang Mahsyar, mereka mengalami kepayahan yang sangat. Mereka bertawasul dengan mendatangi para nabi untuk meminta pertolongan supaya Allah SWT mengistirahatkan mereka dari penantian yang panjang.
Dalil kedua tentang Hukum Tawasul - Kebolehan bertawasul dengan nabi adalah hadits dari sahabat Utsman bin Hunaif yang diriwayatkan oleh Imam Turmudzi, an-nasai, ath-Thabrani, al-Hakim dan Baihaqi dengan sanad yang shahih. Diriwayatkan dari Utsman bin hunaif bahwa seorang lelaki buta datang kepada Nabi SAW Memohon kepada Rasulullah SAW berdoa untuk kesembuhannya. Rasulullah SAW bersabda: “Jika engkau ingin, aku akan doakan. Namun jika engkau bersabar maka itu lebih baik.”Lelaki itu tetap berkata, “Doakanlah.”Nabi SAW lalu memerintahkan kepadanya untuk berwudhu dengan sempurna, shalat dua rakaat dan berdoa dengan doa berikut: “Ya Allah, aku memohon dan menghadap kepada-Mu dengan (perantara) Nabi-Mu Muhammad, nabi yang rahmat. Ya Muhammad, sesungguhnya aku menghadap kepada Tuhanku denganmu agar terpenuhi hajatku. Ya Allah, izinkanlah ia memberikan syafaatnya kepadaku…” kemudian lelaki itu bisa melihat.
Hukum Tawasul di dalam hadits riwayat ath Thabrani dan al-Baihaqi terdapat tambahan bahwa shabat Utsman bin Hunaif di kemudian hari mengajarkan doa tersebut kepada seorang lelaki agar hajatnya terpenuhi setelah wafatnya Rasulullah SAW. Tambahan hadits ini dishahihkan oleh ath Thabrani. Al-Haitsami dalam Majma Zawaid menetapkan pendapat ath Thabrani mengenai keshahihannya. Dalam hadits tersebut dijelaskan bahwa lelaki buta meminta doa kepada Nabi SAW, namun Nabi tidak mendoakannya melainkan mengajarkan doa yang berisi bertawasul dengan nabi saw. Ini menunjukkan bertawasul dengan nabi saw. boleh.
Seandainya tawasul ini syirik maka tidak mungkin Nabi SAW mengajarkannya kepada orang buta tersebut. Para pengingkar tawasul akan berusaha memalingkan makna hadits tersebut dengan takwil yang jauh dari makna dzohirnya. Mereka yang mengatakan yang dimaksud orang buta tersebut bukan bertawasul dengan nabi saw melainkan bertawasul dengan meminta doa Nabi saw. Perkiraan ini keliru sebab hadits tersebut tidak menjelaskan bahwa Nabi saw. berdoa. Bahkan yang disebutkan adalah bahwa Nabi saw. meminta orang buta itu berdoa dengan menyebut nama beliau dalam doanya sebagai perantara. Jika itu adalah bentuk tawasul dengan doa, pasti Nabi saw. tidak perlu repot-repot mengajarkan doa yang panjang itu. Beliau hanya perlu menengadahkan tangan dan berdoa.
Dalil lain mengenai Hukum Tawasul - Kebolehan bertawasul dengan dzat adalah hadits yang disebutkan dalam shahih Bukhari bahwa sayidina Umar ra meminta hujan pada masa kekeringan dengan sayidina Abbas, paman Nabi saw. seraya berkata:“Ya Allah, sesungguhnya kami dahulu bertawasul kepada-Mu dengan Nabi-Mu SAW, dan sesungguhnya kami sekarang bertawasul kepadamu dengan paman Nabi kami.” Maka hujanpun turun.Para ulama menyebutkan bahwa tawasul sayidina Umar ini bukan dalil tidak bolehnya bertawasul dengan nabi saw setelah wafatnya, sebab telah berlalu dalil mengenai tawasul para sahabat dengan Nabi saw setelah wafat. Ini adalah dalil mengenai kebolehan bertawasul dengan hamba yang sholeh selain nabi. Hadits ini juga menunjukkan bahwa tawasul tidak harus dilakukan dengan hamba yang paling utama. Shabat Ali bin Abi Thalib lebih utama dari sahabat Abbas, tapi justru sahabat Abbas yang dijadikan wasilah. Tawasul dengan sahabat Abbas pada hakikatnya juga tawasul dengan Rasulullah SAW. Kalau bukan karena dia adalah kerabat dengan posisinya dengan Rasulullah saw., maka tidaklah beliau dijadikan tawasul. Berarti ini adalah bentuk bertawasul dengan nabi juga. Arti Tawasul dan Hukum Tawasul
Imam as-Subki dan Ibnu Taimiyah Tentang Hukum Tawasul Pendapat mengenai hukum Tawasul - Kebolehan bertawasul dengan Nabi diperkuat dengan kesepakatan para ulama salaf dan kholaf. Imam as-Subki mengatakan: “Bertawasul, meminta pertolongan dan meminta syafaat dengan perantara Nabi kepada Allah adalah baik. Tidak ada seorangpun dari kaum salaf dan kholaf yang mengingkari hal ini sampai datang Ibnu Taimiyah. Ia mengingkari hal ini dan melenceng dari jalur yang lurus, memunculkan ide baru yang tidak pernah dikatakan oleh ulama sebelumnya sehingga terjadilah keretakan dalam islam.”
Dalam ucapannya, Imam as-Subki menegaskan bahwa kebolehan bertawasul dengan Nabi disepakati sampai datang Ibnu Taimiyah. Namun faktanya, Ibnu Taimiyah sendiri sebenarnya tidak mengingkari kebolehan bertawasul kepada Nabi. Yang beliau ingkari adalah istighosah (meminta pertolongan) kepada Nabi SAW, bukan Tawasul.
Ibnu Katsir salah satu murid Ibnu Taimiyah menceritakan mengenai tuduhan yang ditujukan kepada Ibnu Taimiyah: “Kemudian Ibnu Atho’ menuduhnya (Ibnu Tiaimyah) dengan banyak tuduhan yang tidak bisa dibuktikan satu pun. Beliau (Ibnu Taimiyah) berkata, “Tidak boleh beristighosah selain kepada Allah, tidak boleh beristighosah kepada Nabi dengan istighosah yang bermakna ibadah. Namun boleh bertawasul dan meminta syafaat dengan perantara Beliau (Nabi SAW) kepada Allah.” Maka sebagian orang menyaksikan menyatakan, ia tidak memiliki kesalahan dalam masalah ini.” (Bidayah Wa Nihayah juz 14 hal 51).
Jadi tampak jelas bahwa (Hukum Tawasul) bertawasul dengan Nabi sama sekali tidak diingkari oleh Ibnu Taimiyah, sedangkan tuduhan yang dialamatkan kepada beliau itu keliru. Bahkan fatwanya, Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa hukum tawasul dengan Nabi disyariatkan dalam berdoa. Beliau mengatakan:“Termasuk ke dalam hal yang disyariatkan adalah bertawasul dengannya ( Nabi SAW ) di dalam doa sebagaimana terdapat di dalam hadits yang diriwayatkan at-Turmudzi dan dishahihkan olehnya bahwa Nabi SAW mengajarkan seorang untuk berdoa, “Wahai Allah, sesungguhnya aku bertawasul kepada-Mu dengan perantara Nabi-Mu Muhammad, Nabi yang rahmat. Wahai Muhammad, sesungguhnya aku bertawasul dengan perantaramu kepada Tuhanku agar Dia menunaikan hajatku itu. Wahai Allah, jadikan ia orang yang memberi syafaat kepadaku.”Tawasul yang seperti ini adalah perbuatan yang baik. Sedangkan berdoa dan beristighosah kepadanya ( Nabi SAW ), maka itu merupakan perbuatan yang haram.
Perbedaan di antara keduanya telah disepakati dikalangan umat muslim. Orang yang bertawasul sebenarnya hanya berdoa kepada Allah, menyeru kepada-Nya dan memohon pada-Nya. Ia tidak berdoa selain pada-Nya. Ia hanya menghadirkannya ( Nabi SAW ). Adapun orang yang berdoa dan meminta tolong, maka berarti ia memohon kepada yang ia seru dan meminta darinya, serta meminta tolong dan bertawakal kepadanya, sedangkan Allah merupakan Tuhan semesta alam. (Majmu Fatwa juz 3 hal 276). Berdoa dan beristighosah yang dilarang Ibnu Taimiyah seperti sudah dijelaskan adalah dengan makna beribadah. Semua ulama bersepakat bahwa beribadah kepada Nabi Muhammad SAW adalah Syirik, berbeda dengan beribadah kepada Allah dengan melalui Nabi Muhammad yang malah disyariatkan.
Muhammad bin Abdul Wahab Tentang Hukum Tawasul
Berbeda dengan pengikutnya mengenai hukum tawasul yang menghukumi syirik kepada orang yang bertawasul dengan Nabi SAW dan orang Sholeh, ternyata pendiri Wahabi Muhammad bin Abdul Wahab manganggap masalah tentang hukum tawasul adalah masalah ijtihadiyah yang tidak perlu diperselisihkan.
Dalam kumpulan tulisannya, disebutkan bahwa beliau pernah berfatwa: "Mengenai adanya sebagian ulama yang memperbolehkan untuk bertawasul dengan orang-orang sholeh dan sebagian lain yang hanya mengkhususkan kebolehan itu dengan Nabi SAW saja, maka mayoritas ulama melarangnya dan tidak menyukainya. Ini merupakan satu masalah fiqih walaupun pendapat yang benar menurut kami adalah pendapat jumhur yang menyatakan bahwa bertawasul adalah makruh. Namun kami tidak mengingkari orang yang melakukannya karena tidak ada ingkar atas permasalahan-permasalahan ijtihadiyah. Namun pengingkaran kami hanya ditujukan bagi orang yang berdoa kepada makhluk dengan lebih mengagungkannnya daripada kita menyeru kepada Allah".(Majmu Mualafat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab juz 2, hal 41 cetakan Darul Qasim)
Pernyataan beliau keliru dalam hal bahwa jumhur ulama tidak menyukai tawasul dengan Nabi SAW dan orang sholeh, sebab kenyataannya justru para ulama sepakat menganggap hal itu baik. Namun sikap beliau tentang tawasul jelas itu adalah masalah ijtihadiyah. Muhammad bin Abdul Wahab tidak mengingkari tawasul. Yang beliau ingkari adalah jika seorang mengagungkan orang sholeh lebih daripada pengagungannya kepada Allah SWT. Tidak ada seorang muslim pun yang bertawasul dengan menganggap wasilahnya lebih agung dari Allah SWT.
Jika Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahab tidak pernah mengingkari bertawasul dengan Nabi maupun orang Shaleh, dari mana kaum Wahabi mendapat ajaran yang menganggap syirik orang yang bertawasul? - Arti Tawasul dan Hukum Tawasul Sumber: Rubrik Cahaya Nabawi
Sumber dari
http://cintai-ulama.blogspot.my/2014/11/arti-tawasul-dan-hukum-tawasul.html?m=1
Ahad, 24 Januari 2016
Sabtu, 23 Januari 2016
Jumaat, 22 Januari 2016
Ustaz Halim Nasir - Tafsir Surah Maryam - Ayat 96
Diterbitkan pada 22 Jan 2016
Kuliah Maghrib tafsir Surah Maryam oleh Ustaz Halim Nasir di Masjid Andalusia, Bandar Laguna Merbok, Sungai Petani, Kedah pada 22 Januari 2016. Kuliah berkenaan tafsir ayat 96 Surah Maryam
Isnin, 18 Januari 2016
Bersangka Baik; "Antara bekalan seseorang mukmin itu, adalah ilmu yang bermanafaat.
Bersangka Baik; "Antara bekalan seseorang mukmin itu, adalah ilmu yang bermanafaat. Dan apabila bertambahnya ilmu yang bermanafaat itu, maka akan bertambah kecintaan kita untuk menuju ke tempat asal kita. Dimana tempat asal kita semua? Tempat asal kita iaitu syurga."
"Apabila bertambahnya ilmu yang bermanafaat itu juga, moga-moga akan dapat membesarkan kebencian kita kepada sifat cinta dunia. Dan Ilmu agama yang bermanafaat ini, Allah سبحانه وتعالى akan berikan kepada yang diizinkan-Nya dan orang yang dicintai oleh-Nya."
"Allah سبحانه وتعالى tidak akan membenarkan mana-mana manusia untuk mendapatkan, ilmu ini kecuali dengan izin-Nya. Dan Allah سبحانه وتعالى memerintahkan para malaikat menghamparkan sayapnya untuk kita berjalan diatas sayapnya."
"Seseorang yang diberikan ilmu oleh Allah سبحانه وتعالى, sebenarnya Allah ingin muliakan dirinya. Allah ingin meletakkan darjatnya pada kedudukan yang tinggi. Adakah sama kedudukan orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu? Sudah tentu, tidak sama."
"Amalkan doa ini selepas solat; "Rabbi zidni ilma." Ya Allah, tambahkanlah aku ilmu yang bermanafaat. Dan kita meminta tambah rezeki, tambah umur, disamping itu mintak juga tambahkan ilmu skali. Rezeki pon mintak, rezeki zahir dan rezeki batin pon mintak, yakni mintak ilmu juga zahir dan batin."
"Masjid adalah tempat dan masa, dimana manusia itu sujud kepada Allah سبحانه وتعالى. Dimana untuk penyucian hati. Ketenangan hati. Sebab apa syariat solat, puasa, zakat, haji penting? Kerana ia adalah induk penyucian bagi hati kita."
"Syariat itu meraih hakikat, yakni untuk mengenal Allah سبحانه وتعالى dan wasilah penarik rahmat Allah hatta seseorang yang melakukan keburukan tomahan dan cacian kepadanya. Maka dia nampk hakikat yang menggerakkan segala sesuatu itu hanyalah Allah سبحانه وتعالى dan die tidak merasa benci dengan orang itu."
"Dia tahu itu semua, hanyalah ujian daripada Allah سبحانه وتعالى. Hidup ini adalah ujian. Dan apabila kita belajar mengenal solat, jangan sangkutkan kepada solat sahaja semata-mata. Akan tetapi sangkutkan juga kenal terhadap Allah."
"Apabila kita rukuk macam mane kita dapat kenal dengan Allah. Apabila kita sujud macam mana kita dapat kenal Allah. Kita cuba kenal Allah سبحانه وتعالى disetiap tingkahlaku solat kita. Masjid ini satu tmpt yang diwaqafkan dan dikhaskan untuk menyembah Allah سبحانه وتعالى."
"Secara umumnya seluruh tanah dibumi ini adalah masjid. Semuanya adalah tempat sujud. Ketika ingin masuk masjid, selawatlah keatas nabi n baca doa; "Allahuma tahli abwaba rohmatik." Selawat keatas nabi adalah pengangkat segala doa kepada Allah سبحانه وتعالى, kerana Nabi Muhammad ﷺ itu, pengantara kekasih Allah."
"Doa akan tergantung kecuali disertakan dengan selawat keatas Rasulullah ﷺ. Pada awal permulaan doa dimulakan dgn ucapan "Alhamdulillah" dan ditutupi dengan "Alhamdulillah" begitu juga dengan selawat keatas nabi. Dibuka dengan selawat, dan ditutup juga dengan selawat."
"Di akhirat nanti tiada seorang pon akan masuk syurga, disebabkan oleh ibadahnya secara direct. Akan tetapi hanyalah, dengan rahmat Allah سبحانه وتعالى. Bukan sebab amalan kita. Jangan kamu menyangka dengan ibadah kamu yang banyak, kamu sudah pasti masuk syurga. Tidak. Tidak. Belum tentu."
"Apabila seseorang berada didalam masjid, maka niat iktikaf. Setiap saat berada dalam masjid selepas niat iktikaf setiap saat itu kita dapat pahala. Solat Tahiyyat masjid jangan lupa. Tahiyyat bermaksud "Penghormatan." Yakni ucapan penghormatan kepada Allah سبحانه وتعالى. Ini adab."
"Macam mana greeting kita kepada Allah? "How do you greet Allah?" I greet Allah سبحانه وتعالى with tahiyyat." Yang panjang lebih afdhal. Yang pendek pon boleh. "At-Tahiyyatullah." Ini cara kita nak hormat masjid. Bukan maknanya beri salam dimasjid. Akan tetapi dengan solat tahiyyat masjid."
"Kita nak beri salam pada wuduk dengan solat tahiyyat wuduk. Kita nak beri salam kat kaabah bukan dengan beri salam kepada kaabah, akan tetapi tawaf mengeliling kaabah. Solat sunat mutlak yang tiada waktu khas boleh dikerjakan walaupun dua rakaat."
"Ianya boleh diniatkan sekali sunat-sunat seperti qabliyah, ba'diah, tahiyatul masjid, tahiyyatul wuduk, istikharah, taubat. Sebab itu para alim ulamak kaya dengan amalan, sebab hanya dengan memperbanyakkan niat sahaja. Lebih banyak niat kebaikan untuk satu pekerjaan, lebih banyak pahala."
"Al-Imam As-syafie رحمه الله تعالى berkata; "Dan hati aku menjadi tenang, oleh kerana sesuatu yang diusahakan aku. Yang mengharapkan natijah kebaikan. Akan tetapi sebaliknya yang aku dapat kerana aku memujuk hatiku dengan mengatakan semua itu adalah perancangan dan hikmah daripada Allah سبحانه وتعالى. Maka aku tidak merungut, aku tidak komplen, aku tidak protes dan aku tidak mempertikaikannya."
"Segala yang datang dari Allah سبحانه وتعالى semuanya baik. Musibah yang terkena kepada orang kafir adalah azab atau seksa. Akan tetapi musibah yang terkena kepada orang muslim itu sebagai ujian test dari Allah سبحانه وتعالى. Tetapi, kalau dia menganggap musibah ini sebagai bala, sebagai azab, sebagai seksa."
"Maka ia bertukar daripada ujian kepada azab dan bala. Allah سبحانه وتعالى beri ujian sebab Allah sayang. Allah menaikkan darjatnya. Allah promote untuk kedudukan yang lebih tinggi untuk tingkatkan darjatnya. Dan disamping ganjaran pahala dan juga penghapusan dosa. Bukankah ianya baik perkara yang baik? Setiap yang datang daripada Allah سبحانه وتعالى, semuanya adalah baik. Bersangka baiklah kamu kepada Allah."
Guru mulia kami. Tauhid. Darul Mujtaba. Ustaz Iqbal Zain Al-Jauhari.
Sabtu, 16 Januari 2016
Pandangan Habib Rizieq & FPI terhadap TEROR BOM SARINAH
Disampaikan pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Masjid Nurul Iman Kp. Cijalu Cikampek Timur Kabupaten Karawang 15 Januari 2016
Bagaimana Islam Menghadapi Orang Murtad/Kafir?
Ajaran Islam dalam dalam menghadapi orang-orang murtad dan kufur sangat bersikap keras dan tegas. Islam meletakkan hukuman pancung dengan pedang, sebagai balasan kekufuran dan tidak bersedianya melakukan taubat. Mereka tetap saja memalingkan muka dari kebenaran yang nyata.
Imam Al-Bukhari dan Ahmad meriwayatkan dari Rasulullah saw. bahwasanya beliau bersabda:
مَنْ بَدَّلَ دِيْنَهُ فَاقْتُلُوْهُ
"Barang siapa mengganti agamanya (Islam), maka bunuhlah ia". Asy-Syaikhani meriwayatkan dari Rasulullah saw.:
لاَ يَحِلُّ دَمُ امْرِى ءٍ مُسْلِمٍ إِلاَّ بِإِحْدَى ثَلاَثٍ ׃ الثَّيِّبُ الزَّانِى وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ ، وَالتَّارِكُ لِدِيْنِهِ الْمُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ ٠
"Tidaklah halal darah orang Muslim kecuali disebabkan salah satu dari tiga perkara-. Yang sudah menikah berzina, membunuh, meninggalkan agamanya dan memisahkan jamaahnya".
Tetapi yang murtad dan kafir ini tidak dibunuh kecuali diberi tempo selama tiga hari. Dalam tempo tersebut, para ahli agama dan ilmu pengetahuan mendiskusikan tentang sebab-sebab murtad dan kufurnya, di samping menghilangkan gambaran keraguan yang diduga, serta menerangkan karakteristik kebenaran yang nyata. Jika ia tetap mempertahankan kekufuran atau kemurtadannya setelah segala kebenaran dijelaskan, barulah hukuman mati dilaksanakan, agar menjadi pelajaran bagi orang-orang yang mau menjadikannya sebagai pelajaran.
Jika orang-orang murtad dan kafir ini membentuk kekuatan dan kelompok, wajib bagi pemerintahan yang terdiri dari kaum Muslim untuk memeranginya. Sehingga, mereka kembali kepada Islam yang hak, dan tidak ada jalan lain kecuali memeranginya. Seperti Abu Bakar telah memerangi orang-orang Arab yang murtad, bahkan beliau tidak menerima sesuatu dari mereka kecuali Islam. Juga seperti Khalifah 'Abbasiyah Al-Mahdi membunuh Al-Muqann yang mengaku dirinya "tuhan" di Khurasan, dan membebaskan kepada pengikutnya tentang shalat, puasa, zakat dan haji, serta memperbolehkan mengambil harta siapa pun dan bergaul dengan siapa pun (zina). Ini terjadi pada tahun 169 Hijriyah.
Islam mewajibkan hukuman yang keras ini kepada orang-orang murtad dan kafir karena tiga sebab:
Pertama: Agar orang-orang yang berjiwa lemah tidak tertarik kepada rayuan yang membawa kepada kemurtadan dan kekufuran.
Kedua: Agar orang munafik tidak berpikir untuk masuk Islam kemudian keluar lagi, sebagai pemberian stimulan kepada gerakan murtad atau kafir dan menanam kekacauan di kalangan masyarakat Islam.
Ketiga: Agar kelompok kafir tidak menjadi kuat, yang dapat membahayakan negara Islam, dan pada suatu situasi dan kondisi yang memungkinkan mereka bisa menghancurkan kaum Muslimin.
Itulah cara islam yang tersemat dalam AL Qur'an dan dalil hadits Nabi dalam menghadapi orang-orang murtad.
Khamis, 14 Januari 2016
MEWASPADAI HADITS-HADITS PALSU AGAMA SYIAH, UNTUK PEMBENARAN ATAS KESESATAN AGAMA SYIAH.
Sudah seyogyanya seorang Muslim yang fitrahnya telah dianugerahi Allaah 'azza wa jalla dalam mengenal dan memeluk ajaran Islam, untuk membentengi Dirinya, Keluarganya dan Umat Islam lainnya dari makar musuh-musuh Islam yang berupaya menyesatkan dan mengikis aqidah Islam. Terkhususnya penyesatan-penyesatan dan kedustaan-kedustaan yang dilakukan oleh ajaran sesat menyesatkan syiah, yang menjadi benalu busuk di dalam Islam.
Salah satu upaya yang bisa Kita lakukan untuk membentengi diri dan menangkal upaya penyesatan tersebut yaitu, Kita harus mengetahui riwayat-riwayat berupa nash-nash (dalil) yang dijadikan sandaran argumen (hujjah) ajaran syiah atas doktrin-doktrin busuk yang disajikannya, untuk pembenaran kesesatan ajarannya yang sama sekali tidak bersumber dari KITABULLAAH (AL-QUR'AN) dan SUNNAH (HADITS) Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam.
Untuk itu, berikut ini akan sama-sama Kita coba bongkar dari sisi HADITS-HADITS PALSU yang dibuat oleh ajaran syiah (gerombolan para Penyesat dan Pendusta). Mereka (syiah) ini termasuk ke dalam kelompok atau musuh Islam yang paling terdepan dalam hal memalsukan sabda-sabda (hadits) Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Pemalsuan hadits yang dilakukan oleh ajaran syiah merupakan perkara Bathil yang menyesatkan umat, atas kesepakatan dari semua 'Ulama Ahlul Hadits Islam, sebagaimana tampak dalam beberapa ucapan 'Ulama berikut ini : ---» Dari Abdullah ibnul Mubaraq al-Marwazi berkata, bahwa Abu ‘Ishmah pernah bertanya pada Abu Hanifah, “Dari siapakah engkau izinkan aku mendengar (mengambil) hadits ?”. Beliau berkata, “dari semua orang yang adil dalam hawa nafsunya kecuali (syiah) Rafidhah, karena prinsip mereka adalah menganggap sesat semua shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.” (Lihat: al-Kifayah, hal. 203)
---» Dari Yunus bin Abdul A’la berkata, dari Asyhab berkata, Al-Imam Malik ditanya tentang (syiah) Rafidhah ini, maka beliau berkata, “Jangan kamu ajak bicara, jangan pula kamu riwayatkan dari mereka, karena mereka selalu melakukan kedustaan.” (Lihat: al-Muntaqa, hal. 21)
Adapun pengakuan dari para penganut ajaran syiah yang mencintai Ahlul Bait Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam, hanyalah merupakan pengakuan yang penuh KEDUSTAAN BELAKA. Menurut versi mereka, yang termasuk Ahlul Bait adalah 'Ali bin Abi Thalib, Fathimah, Hassan bin 'Ali, Hussain bin 'Ali dan garis keturunannya.
Apakah hanya sebatas itu saja Ahlul Bait Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam ?? Padahal, pada hakikatnya Istri-Istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam termasuk pula ke dalam garis Ahlul Bait Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam.
Tidak hanya itu, syiah juga dengan kejinya telah mencela dan mencaci maki serta menuduh para Istri Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam, bahkan dengan terang-terangan mereka berani MENGKAFIRKANNYA. Terlebih-lebih lagi ummahatul mu'minin 'Aisyah dan Hafshah radhiallaahu 'anhum yang notabene-nya Putri dari dua orang shahabat Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam yang paling mereka (syiah) benci, yaitu Abu Bakr dan Umar bin Khaththab radhiallaahu 'anhuma.
Dan adapun HADITS-HADITS PALSU yang dengan lancangnya telah diada-adakan oleh ajaran syiah ini, demi kepentingan pembenaran atas kesesatan ajaran mereka itu, diantaranya :
.:: HADITS PERTAMA ::.
. أَنَا مَدِينَةُ الْعِلْم،ِ وَعَلِيٌّ بَابُهَا، فَمَنْ أَرَادَ الْعِلْمَ فَلْيَأْتِهِ مِنْ بَابِهِ .
“Aku adalah Kota Ilmu, sedangkan 'Ali adalah Pintunya. Maka barangsiapa yang menginginkan Ilmu, hendaknya Dia mendatangi dari Pintunya.”
• Ini adalah HADITS PALSU YANG BATHIL ... !!! Dan merupakan hadits andalan ajaran syiah dalam menyesatkan aqidah Umat Islam di Dunia. Hadits ini, sama sekali tidak bersumber langsung dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, baik SANAD HADITS maupun MATANNYA. Para Imam-Iman ahlul hadits menolak hadits tersebut, diantaranya adalah : Al-Bukhari, Abu Zur’ah, At-Tirmidzi, Al-Uqaili, Ibnu Hibban, Ad-Daruquthni, Ibnul 'Adi, Ibnul Jauzi, Al-Baghawi, An-Nawawi, Ibnu Daqiqil Ied dan Ibnu Taimiyah.
• Adz-Dzahabi menyatakan MAUDHU’ (PALSU).
• Al-Albani menjelaskan KEPALSUAN hadits ini pada kitab Adh-Dha’ifah 6/518, No. 2955 dan Dha’iful Jami’, No. 13220.
• Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullaah berkata, “hadits 'Aku adalah Kota Ilmu dan 'Ali adalah Pintunya' ... tergolong HADITS MAUDHU' (PALSU). Hadits ini disebutkan oleh Ibnul Jauzi dalam kitabnya al-Maudhu’at. Beliau kemudian menerangkan bahwa SELURUH SANAD HADITSNYA PALSU. Selain itu, KEDUSTAAN juga tampak dari MATAN HADITS itu sendiri. Sebab, apabila Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam adalah Kota Ilmu dan tidak ada Pintunya kecuali satu, dan tidak ada yang menyampaikan Ilmu dari Beliau Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam kecuali satu orang ('Ali) saja, tentu urusan Islam ini akan rusak ..." (Lihat: Minhajus Sunnah, 4/138-139, dinukil dari Adh-Dha’ifah)
.:: HADITS KEDUA ::.
. السُّبَّقُ ثَلَاثَةٌ : فَالسَّابِقُ إِلَى مُوسَى يُوشَعُ بْنُ نُونٍ، وَالسَّابِقُ إِلَى عِيسَى صَاحِبُ يَاسِينَ، وَالسَّابِقُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلِيٌّ .
“Pendahulu ada tiga. Pendahulu yang memenuhi seruan (panggilan) Musa adalah Yusya’ bin Nun. Pendahulu yang memenuhi seruan Isa adalah orang yang disebutkan dalam Surat Yaasin. Pendahulu yang memenuhi seruan Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam adalah 'Ali.”
• Al-Uqaili meriwayatkan hadits ini pada kitabnya Adh-Dhu’afa al-Kabir, demikian pula Ath-Thabarani (2/111) melalui jalan Al-Husain bin Abi As-Sirri al-Asqallani dari [Husain al-Asyqar], dari Sufyan bin Uyainah, dari ibnu Abi Najih, dari Mujahid, dari ibnu Abbas radhiallaahu ‘anhu.
• Riwayat SANAD HADITS ini sangat DHA'IF (LEMAH), bahkan al-‘Uqaili sendiri menempatkan hadits ini pada deretan HADITS MAUDHU’ (PALSU).
• Pada SANAD HADITSNYA terdapat Husain al-Asyqar. Dia adalah ibnu Hasan al-Kufi, seorang pengikut syiah yang SESAT. Telah lalu beberapa ucapan 'Ulama tentang Husain al-Asyqar ini, diantaranya :
---» Al-Imam Al-Bukhari rahimahullaah berkata, “Ia (Husain Al-Asyqar) ini telah meriwayatkan hadits-hadits yang mungkar.” (Lihat: Kitab Tarikh Ash-Shaghir, hal. 2300)
---» Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullaah dalam tafsirnya (3/570) berkata, “Ini adalah hadits mungkar yang tidak diketahui sanadnya kecuali dari Husain al-Aysqar, yang telah dikenal oleh kalangan muhadditsin (para ahlul hadits) sebagai pengikut syiah (rafidhah). Oleh karena itu, ditinggalkan riwayatnya.”
.:: HADITS KETIGA ::.
. عَنْ أَبِي ذَرٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ مَرْفُوعاًخُلِقْتُ أَنَا وَعَلِيٌّ مِنْ نُورٍ، وَكُنَّا عَنْ يَمِينِ الْعَرْشِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ اللهُ آدَمَ بِأَلْفَيْ عَامٍ، ثُمَّ خَلَقَ اللهُ آدَمَ فَانْقَلَبْنَا فِي أَصْلَابِ الرِّجَالِ، ثُمَّ جَعَلْنَا فِي صُلْبِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ، ثُمَّ شَقَّ اسْمَيْنَا مِنَ اسْمِهِ؛ فَاللهُ الْمَحْمُودُ وَأَنَا مُحَمَّدٌ، وَاللهُ الْأَعْلَى وَعَلِيٌّ عَلِيًّا .
Dari Abu Dzar, Rasulullaah Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Aku dan 'Ali diciptakan dari Cahaya. Dahulu kami berdua berada disebelah kanan ‘Arsy dua ribu tahun sebelum Allaah menciptakan Adam. Lalu Allaah menciptakan Adam, Kami pun berpindah pada sulbi manusia, diletakkanlah Kami pada sulbi Abdul Muththalib. Kemudian Allaah menjadikan nama Kami dari nama-Nya. Allaah adalah Al-Mahmud dan Aku bernama Muhammad, Allaah bernama Al-A’la maka 'Ali bernama 'Ali.”
• Hadits ini, diantara hadits-hadits palsu yang dibuat oleh kaum syiah. Dalam sanad hadits ini terdapat seorang syiah yang bernama Ja’far bin Ahmad bin Ali bin Bayan Al-Ghafiqi.
• Ibnul Jauzi berkata dalam al-Maudhu’at, “Hadits ini dipalsukan oleh Ja’far bin AHhmad, dia seorang syiah (rafidhah) PEMALSU HADITS.”
• Hadits ini disebutkan pula oleh Asy-Syaukani dalam al-Fawaid al-Majmu’ah No. 40, Hal. 343. Beliau berkata, “HADITS ini MAUDHU’, dipalsukan oleh Ja’far bin Ahmad bin Ali bin Bayan, dia seorang syiah (rafidhah) PEMALSU HADITS.”
• Ibnu ‘Adi berkata, “Huwa kadzdzhab yadha’ul hadits (Dia [Ja'far bin Ahmad bin Ali] seorang PENDUSTA DAN PEMALSU HADITS).” (Lihat: Su’alat Hamzah As-Sahmi, Hal. 190)
• Ibnu Hajar berkata, “Ibnu Yunus menyebutkan perawi ini dan berkata, Dia seorang rafidhah (syiah) TUKANG PEMALSU HADITS.” (Lihat: Lisanul Mizan, 2/108)
.:: HADITS KEEMPAT ::.
. وَعَنِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ حُبُّ عَلِيٍّ يَأْكُلُ الذُّنُوبَ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ .
Dari ibnu 'Abbas radhiallaahu ‘anhu, Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mencintai 'Ali akan memakan (menghapuskan) dosa-dosa sebagaimana api melahap kayu bakar.”
• Hadits ini diriwayatkan oleh ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq, 52/13 No. 131 dan hadits ini juga disebutkan dalam Kanzul ‘Ummal.
• Asy-Syaukani mengatakan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh al-Khatib dari Ibnu 'Abbas dengan MARFU’. HADITS INI BATHIL. (Lihat: al-Fawaid al-Majmu’ah No. 58, Hal. 367)
• Asy-Syaikh Albani juga mengatakan dalam Silsilah Adh-Dha'ifah No. 1206, “HADITS INI BATHIL.”
.:: HADITS KELIMA ::.
. وَعَنْ أَبِي بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ : إِنَّ اللهَ أَمَرَنِي بِحُبِّ أَرْبَعَةً : وَأَخْبَرَنِي أَنَّهُ يُحِبُّهُمْ قِيلَ: يَا رَسُولَ اللهِ مَنْ هُمْ؟ قَالَ: عَلِيٌّ مِنْهُمْ يَقُولُ ذَلِكَ ثَلَاثاً وَأَبُو ذَرٍّ، وَسَلْمَانُ، وَالْمِقْدَادُ .
Dari Abu Buraidah, dari Ayahnya berkata, Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allaah telah perintahkan Aku untuk mencintai empat orang, dan mengabarkan kepadaku bahwa Allaah mencintai mereka. Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ditanya, siapakah mereka, wahai Rasulullaah ?. Beliau bersabda, 'Ali termasuk mereka, 'Ali termasuk mereka, 'Ali termasuk mereka, juga Abu Dzar, Salman dan Al-Miqdad.” (HR. Ibnu Majah No. 149, Tirmidzi No. 3718 & Al-Hakim 4649). . • Dalam sanad hadits ini, ada Sulaiman bin Isa bin Najih as-Sijzi
• Ibnul Jauzi rahimahullaah menukilkan dari Abu Hatim Ar-Razi yang berkata, “Dia (Sulaiman bin Isa bin Najih as-Sijzi) seoran KADZDZHAB (PENDUSTA).”
• Ibnu ‘Adi berkata, “Yadha’ul Hadits (Dia terbiasa MEMALSUKAN HADITS).”
.:: HADITS KEENAM ::.
. وَعَنْ حُجْرِ بْنِ عَنْبَسٍ قَالَ–وَقَدْ كَانَ أَكَلَ الدَّمَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ وَشَهِدَ مَعَ عَلِيٍّ الْجَمَلَ وَصِفِّينَ، قَالَ: خَطَبَ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ فَاطِمَةَ إِلَى رَسُولِ اللهِ : فَقَالَ النَّبِيُّ هِيَ لَكَ يَا عَلِيُّ، لَسْتَ بِدَجَّالٍ .
Dari Hujr bin ‘Anbas -dahulu dia adalah seorang pemakan darah di masa-masa jahiliah dan dia menyertai 'Ali dalam Peperangan Jamal dan Shiffin- berkata, Abu Bakr dan Umar meminang Fathimah kepada Rasulullaah namun Rasulullaah bersabda, Fathimah untukmu wahai 'Ali. Karena Engkau bukan dajjal (pendusta).” (HR. Muhammad bin Sa’ad, Ath-Thabaqat al-Kubra, 8/19)
• HADITS MAUDHU’, pada SANADNYA ada Musa bin Qais Abu Muhammad al-Farra’ al-Kufi.
• Ibnu Hajr berkata, “Dia (Musa bin Qais) memiliki laqab (julukan) ‘ushfur al-jannah. Dia jujur namun tertuduh berpemahaman syiah (rafidhah).” (At-Taqrib)
• Al-Uqaili berkata tentangnya, “minal ghulat fi ar rafidh (dia termasuk yang sangat ekstrim dalam (syiah) rafidhah).” (Adh-Dhu’afa, 4/164)
• Ibnul Jauzi menyebutkan hadits ini dalam al-Maudhu’at. Beliau berkata, HADITS INI PALSU. Dipalsukan oleh Musa bin Qais, seorang rafidhah (syiah) yang ekstrim. Ia berjuluk 'ushfur al-jannah (burung pipit surga). Namun, Ia -In Syaa Allaah- lebih tepat dijuluki khimar an-naar (keledai neraka). Sungguh pujiannya terhadap 'Ali dalam hadits ini, dan Dia menyembunyikan celaannya terhadap Abu Bakr dan Umar.”
.:: HADITS KETUJUH ::.
. عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: سُئِلَ النَّبِيُّ عَنِ الْكَلِمَاتِ الَّتِي تَلَقَّاهَا آدَمُ مِنْ رَبِّهِ فَتَابَ عَلَيْهِ، قَالَ: سَأَلَهُ بِحَقِّ مُحَمَّدٍ وَعَلِيٍّ وَفَاطِمَةَ وَالْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ فَتَابَ عَلَيْهِ وَغُفِرَ لَهُ .
Dari ibnu ‘Abbas, “Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang kalimat-kalimat yang diterima Adam dari Rabb-Nya, sehingga Allaah mengampuninya. Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, (kalimat itu adalah) Adam memohon kepada Allaah dengan hak Muhammad, 'Ali, Fathimah, Hassan dan Hussain, lalu Allaah mengampuni Adam.”
• Keanehan pada hadits ini adalah Nabi Adam 'alaihis sallam telah mengenal 'Ali, Fathimah, Hassan dan Hussain. Bahkan Beliau (Adam) bertawassul dengan hak mereka untuk mendapatkan ampunan Allaah 'Azza Wa Jalla. Disamping hadits diatas adalah HADITS PALSU, hadits diatas juga mengantarkan manusia pada KESYIRIKAN. Sebab, do'a ini berisi tawassul dengan orang-orang yang ghaib (tidak ada); Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, 'Ali, Fathimah, Hassan dan Hussain belumlah Allaah 'Azza Wa Jalla ciptakan.
• Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullaah berkata, “hadits ini dan yang semisalnya adalah HADITS PALSU, yang dipakai oleh TUKANG KHURAFAT untuk dijadikan landasan dalam membolehkan berdo'a kepada orang-orang yang telah mati.” (Ath-Thali’ah, Hal. 230) — dengan Ritmaratih.
Rabu, 13 Januari 2016
Ratib Al Haddad (Habib Ahmad Bin Syueb)
Ratib Al-Haddad
Susunan
الإمام القطب عبد الله بن علوي الحداد
Al-Imam Al-Qutub Abdullah bin Alawi Al-Haddad
Ratib Al-Haddad
Ratib Al-Haddad ini mengambil nama sempena nama penyusunnya, iaitu Imam Abdullah bin Alawi Al-Haddad, seorang pembaharu Islam (mujaddid) yang terkenal. Daripada doa-doa dan zikir-zikir karangan beliau, Ratib Al-Haddad lah yang paling terkenal dan masyhur. Ratib yang bergelar Al-Ratib Al-Syahir (Ratib Yang Termasyhur) disusun berdasarkan inspirasi, pada malam Lailatul Qadar 27 Ramadhan 1071 Hijriyah (bersamaan 26 Mei 1661).
Ratib ini disusun bagi menunaikan permintaan salah seorang murid beliau, ‘Amir dari keluarga Bani Sa’d yang tinggal di sebuah kampung di Shibam, Hadhramaut. Tujuan ‘Amir membuat permintaan tersebut ialah bagi mengadakan suatu wirid dan zikir untuk amalan penduduk kampungnya agar mereka dapat mempertahan dan menyelamatkan diri daripada ajaran sesat yang sedang melanda Hadhramaut ketika itu.
Pertama kalinya Ratib ini dibaca ialah di kampung ‘Amir sendiri, iaitu di kota Shibam setelah mendapat izin dan ijazah daripada Al-Imam Abdullah Al-Haddad sendiri. Selepas itu Ratib ini dibaca di Masjid Al-Imam Al-Haddad di Al-Hawi, Tarim dalam tahun 1072 Hijriah bersamaan tahun 1661 Masehi. Pada kebiasaannya ratib ini dibaca berjamaah bersama doa dan nafalnya, setelah solat Isya’. Pada bulan Ramadhan ia dibaca sebelum solat Isya’ bagi mengelakkan kesempitan waktu untuk menunaikan solat Tarawih. Mengikut Imam Al-Haddad di kawasan-kawasan di mana Ratib al-Haddad ini diamalkan, dengan izin Allah kawasan-kawasan tersebut selamat dipertahankan daripada pengaruh sesat tersebut.
Apabila Imam Al-Haddad berangkat menunaikan ibadah Haji, Ratib Al-Haddad pun mula dibaca di Makkah dan Madinah. Sehingga hari ini Ratib berkenaan dibaca setiap malam di Bab al-Safa di Makkah dan Bab al-Rahmah di Madinah. Habib Ahmad bin Zain Al-Habsyi pernah menyatakan bahawa sesiapa yang membaca Ratib Al-Haddad dengan penuh keyakinan dan iman dengan terus membaca “ La ilaha illallah” hingga seratus kali (walaupun pada kebiasaannya dibaca lima puluh kali), ia mungkin dikurniakan dengan pengalaman yang di luar dugaannya.
Beberapa kebezaan boleh didapati di dalam beberapa cetakan ratib Haddad ini terutama selepas Fatihah yang terakhir. Beberapa doa ditambah oleh pembacanya. Al Marhum Al-Habib Ahmad Masyhur bin Taha Al-Haddad memberi ijazah untuk membaca Ratib ini dan menyarankannya dibaca pada masa–masa yang lain daripada yang tersebut di atas juga di masa keperluan dan kesulitan. Mudah-mudahan sesiapa yang membaca ratib ini diselamatkan Allah daripada bahaya dan kesusahan. Ameen.
Ketahuilah bahawa setiap ayat, doa, dan nama Allah yang disebutkan di dalam ratib ini telah dipetik daripada Al-Quran dan hadith Rasulullah S.A.W. Terjemahan yang dibuat di dalam ratib ini, adalah secara ringkas. Bilangan bacaan setiap doa dibuat sebanyak tiga kali, kerana ia adalah bilangan ganjil (witir). Ini ialah berdasarkan saranan Imam Al-Haddad sendiri. Beliau menyusun zikir-zikir yang pendek yang dibaca berulang kali, dan dengan itu memudahkan pembacanya. Zikir yang pendek ini, jika dibuat selalu secara istiqamah, adalah lebih baik daripada zikir panjang yang dibuat secara berkala atau cuai. Ratib ini berbeza daripada ratib-ratib yang lain susunan Imam Al-Haddad kerana ratib Al-Haddad ini disusun untuk dibaca lazimnya oleh kumpulan atau jamaah. Semoga usaha kami ini diberkahi Allah.
الراتب الشهير
للحبيب عبد الله بن علوي الحداد
Ratib Al Haddad
Moga-moga Allah merahmatinya [Rahimahu Allahu Ta’ala]
يقول القارئ: الفَاتِحَة إِلَى حَضْرَةِ سَيِّدِنَا وَشَفِيعِنَا وَنَبِيِّنَا وَمَوْلانَا مُحَمَّد صلى الله عليه وسلم
- الفاتحة-
Bacalah Al-Fatihah kepada ketua, penyshafaat, nabi dan penolong kita Muhammad s.a.w
1. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. اَلرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ. ماَلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ إِيِّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ. اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ. صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّآلِّيْنَ. آمِيْنِ
1. Dengan nama Allah, Yang Maha Pemurah, lagi Maha Mengasihani.
Segala puji bagi Allah, Tuhan yang memelihara dan mentadbir sekalian alam. Yang Maha Pemurah, lagi Maha Mengasihani. Yang Menguasai hari Pembalasan (hari Akhirat). Engkaulah sahaja (Ya Allah) Yang Kami sembah, dan kepada Engkaulah sahaja kami memohon pertolongan. Tunjuklah kami jalan yang lurus. Iaitu jalan orang-orang yang Engkau telah kurniakan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) orang-orang yang Engkau telah murkai, dan bukan pula (jalan) orang-orang yang sesat.
Diriwayatkan oleh Abu Sa’id ibn al-Mu’lla r.a.: “Sukakah kamu jika aku ajarkan sebuah Surah yang belum pernah diturun dahulunya, baik dalam Injil mahupun Zabur dan Taurat? Ia adalah Al-Fatihah.
Surah 15 Al-Hijr : Ayat 87: “Dan sesungguhnya Kami telah memberi kepadamu (wahai Muhammad) tujuh ayat yang diulang-ulang bacaannya dan seluruh Al-Quran yang amat besar kemuliaan dan faedahnya.”
2. اَللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّموَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِيْ يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيْهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلاَ يُحِيْطُوْنَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَآءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ وَلاَ يَؤُدُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ العَلِيُّ العَظِيْمُ
2. Allah, tiada Tuhan melainkan Dia, Yang Tetap hidup, Yang Kekal selama-lamanya. Yang tidak mengantuk usahkan tidur. Yang memiliki segala yang ada di langit dan di bumi. Tiada sesiapa yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya melainkan dengan izin-Nya. Yang mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka, sedang mereka tidak mengetahui sesuatu pun dari ilmu Allah melainkan apa yang Allah kehendaki. Luasnya Kursi Allah meliputi langit dan bumi; dan tiadalah menjadi keberatan kepada Allah menjaga serta memelihara keduanya. Dan Dialah Yang Maha Tinggi, lagi Maha Besar.
(Surah 2 al-Baqarah Ayat 255 Ayat-al-Kursi)
Ayatul Kursi ini mengandungi khasiat yang besar. Terdapat 99 buah hadith yang menerangkan fadhilahnya. Di antaranya ialah untuk menolak syaitan, benteng pertahanan, melapangkan fikiran dan menambahkan iman.
3. آمَنَ الرَّسُوْلُ بِمَآ أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّه وَالْمُؤْمِنُوْنَ كُلٌّ آمَنَ بِاللهِ وَمَلآئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْناَ وَأَطَعْناَ غُفْراَنَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيْرُ
3. Rasulullah telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, dan juga orang-orang yang beriman; semuanya beriman kepada Allah, dan Malaikat-malaikatNya, dan Kitab-kitabNya, dan Rasul-rasulNya. (Katakan): “Kami tidak membezakan antara seorang rasul dengan rasul-rasul yang lain". Mereka berkata lagi: Kami dengar dan kami taat (kami pohonkan) keampunanMu wahai Tuhan kami, dan kepadaMu jualah tempat kembali”
(Surah 2: Al Baqarah Ayat 285)
Diriwayatkan daripada Abu Mas'ud al-Badri r.a katanya: Rasulullah s.a.w pernah bersabda: Dua ayat terakhir dari surah al-Baqarah, memadai kepada seseorang yang membacanya pada malam hari sebagai pelindung dirinya.
4. لاََ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَآ إِنْ نَسِيْنَآ أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنآ أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْناَ عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ
4. Allah tidak memberati seseorang melainkan apa yang terdaya olehnya. Ia mendapat pahala atas kebaikan yang diusahakannya, dan ia juga menanggung dosa atas kejahatan yang diusahakannya. (Mereka berdoa dengan berkata): "Wahai Tuhan kami! Janganlah Engkau mengirakan kami salah jika kami lupa atau kami tersalah. Wahai Tuhan kami ! Janganlah Engkau bebankan kepada kami bebanan yang berat sebagaimana yang telah Engkau bebankan kepada orang-orang yang terdahulu daripada kami. Wahai Tuhan kami! Janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang kami tidak terdaya memikulnya. Dan maafkanlah kesalahan kami, serta ampunkanlah dosa kami, dan berilah rahmat kepada kami. Engkaulah Penolong kami; oleh itu, tolonglah kami untuk mencapai kemenangan terhadap kaum-kaum yang kafir”
(Surah 2: al-Baqarah Ayat 286)
Dari Muslim, diriwayatkan daripada Abdullah ibn Abbas r.a.: Apabila Jibril sedang duduk dengan Rasulullah s.a.w., dia mendengar bunyi pintu di atasnya. Dia mengangkat kepalanya lalu berkata: “Ini ialah bunyi sebuah pintu di syurga yang tidak pernah dibuka.” Lalu satu malaikat pun turun, dan Jibril berkata lagi, “Ia malaikat yang tidak pernah turun ke bumi” Malaikat itu memberi salam lalu berkata, “Bersyukurlah atas dua cahaya yang diberi kepadamu yang tidak pernah diberi kepada rasul-rasul sebelummu-“Fatihat al-Kitab dan ayat penghabisan Surah al-Baqarah”. Kamu akan mendapat manfaat setiap kali kamu membacanya.
5. لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِي وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
5. Tiada Tuhan Melainkan Allah, Yang satu dan tiada sekutu bagi- Nya. Bagi-Nya segala kekuasaan, dan bagi-Nya segala pujian. Dialah yang menghidupkan dan yang mematikan, dan Dia sangat berkuasa atas segala sesuatu (3X)
Dari Bukhari, Muslim dan Malik, diriwayatkan daripada Abu Hurairah; Rasulullah s.a.w berkata, “Sesiapa membaca ayat ini seratus kali sehari, pahalanya seperti memerdekakan sepuluh orang hamba, Seratus kebajikan dituliskan untuknya dan seratus keburukan dibuang darinya, dan menjadi benteng dari gangguan syaitan sepanjang hari.”
6. سٌبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اْللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ
6. Maha suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada Tuhan melainkan Allah dan Allah Tuhan Yang Maha Besar. (3X)
Dari Muslim, diriwayatkan oleh Samurah ibn Jundah: Rasulullah s.a.w bersabda: Zikir-zikir yang paling dekat di sisi Allah adalah empat, iaitu tasbih, takbir, tahmid dan tahlil, tidak berbeza yang mana aturannya apabila engkau berzikirullah.
7. سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحاَنَ اللهِ الْعَظِيْمِ
7. Maha suci Allah segala puji khusus bagi-Nya, Maha suci Allah Yang Maha Agung. (3X) Dari Bukhari, diriwayatkan daripada Abu Hurairah r.a.: Rasulullah s.a.w. bersabda: Dua zikir yang mudah di atas lidah tetapi berat pahalanya dan disukai oleh Allah ialah: 'SubhanAllah al-Azim dan 'SubhanAllah wa bihamdihi.'”
8. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ
8. Ya Allah ampunlah dosaku dan terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang. (3X) Surah 4: An-Nisa’; Ayat 106: “Dan hendaklah engkau memohon ampun kepada Allah; kerana sesungguhnya Allah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani.
Sila rujuk juga Surah 11: Hud; Ayat 90
9. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ
9. Ya Allah, cucurkan selawat ke atas Muhammad, Ya Allah, cucurkan selawat ke atasnya dan kesejahteraan-Mu. (3X) Surah 33; Al-Ahzab, Ayat 56: Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya berselawat ke atas Nabi; wahai orang-orang yang beriman berselawatlah kamu kepadanya serta ucapkanlah salam dengan penghormatan yang sepenuhnya.
Dari Muslim, diriwayatkan daripada Abdullah bin Amr: Rasulullah s.a.w. bersabda: “Sesiapa berselawat kepadaku sekali, Allah akan berselawat kepadanya sepuluh kali.
10. أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّآمَّاتِ مِنْ شَرِّمَا خَلَقَ
10. Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk-Nya. (3X) Dari Abu Dawud dan Tirmidhi, Rasulullah s.a.w. bersabda: “Sesiapa yang membaca doa ini tiga kali, tiada apa-apa malapetaka akan terjatuh atasnya.”
11. بِسْـمِ اللهِ الَّذِي لاَ يَضُـرُّ مَعَ اسْـمِهِ شَيْءٌ فِي الأَرْضِ وَلاَ فِي الْسَّمَـآءِ وَهُوَ الْسَّمِيْـعُ الْعَلِيْـمُ
11. Dengan nama Allah yang dengan nama-Nya tiada suatu pun, baik di bumi mahupun di langit dapat memberi bencana, dan Dia Maha Mendengar Lagi Maha Mengetahui. (3X)
Dari Ibn Hibban; Nabi Muhammad s.a.w bersabda: “Hamba-hamba Allah yang membaca doa ini pada waktu pagi dan petang tiga kali, tiada apa jua kesakitan akan dialaminya.”
12. رَضِيْنَـا بِاللهِ رَبًّا وَبِالإِسْـلاَمِ دِيْنـًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيّـًا
12. Kami redha Allah sebagai Tuhan kami, Islam sebagai Agama kami dan Muhammad sebagai Nabi kami. (3X)
Surah 3: Ali-Imran Ayat 19: Sesungguhnya agama (yang benar dan diredai) di sisi Allah ialah Islam.
Dari Abu Daud dan Tirmidzi; Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: “Sesiapa membaca ayat ini di pagi dan petang hari akan masuk ke syurga.”
13.بِسْمِ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَالْخَيْرُ وَالشَّـرُّ بِمَشِيْئَـةِ اللهِ
13. Dengan Nama Allah, segala pujian bagi-Nya, dan segala kebaikan dan kejahatan adalah kehendak Allah. (3X) Diriwayatkah oleh Abu Hurairah: Rasulullah s.a.w. bersabda: Wahai Abu Hurairah, bila kamu keluar negeri untuk berniaga, bacakan ayat ini supaya ia membawa kamu ke jalan yang benar. Dan setiap perbuatan mesti bermula dengan ‘Bismillah’ dan penutupnya ialah “Alhamdulillah”.
14. آمَنَّا بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ تُبْناَ إِلَى اللهِ باَطِناً وَظَاهِرًا
14. Kami beriman kepada Allah dan Hari Akhirat, dan kami bertaubat kepada Allah batin dan zahir. (3X) Surah at-Tahrim Ayat 8: Wahai orang-orang yang beriman! Bertaubatlah kamu kepada Allah dengan “Taubat Nasuha”. Diriwayatkan oleh Ibn Majah: Rasulullah bersabda: Orang yang bertaubat itu adalah kekasih Allah. Dan orang yang bertaubat itu ialah seumpama orang yang tiada apa-apa dosa.”
15. يَا رَبَّنَا وَاعْفُ عَنَّا وَامْحُ الَّذِيْ كَانَ مِنَّا
15. Ya Tuhan kami, maafkan kami dan hapuskanlah apa-apa (dosa) yang ada pada kami. (3X) Dari Tirmidhi dan Ibn Majah: Rasulullah s.a.w. berada di atas mimbar dan menangis lalu beliau bersabda: Mintalah kemaafan dan kesihatan daripada Allah, sebab setelah kita yakin, tiada apa lagi yang lebih baik daripada kesihatan
Surah 4: An-Nisa’: Ayat 106: “Dan hendaklah engkau memohon keampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah itu Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani.”
16. ياَ ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْراَمِ أَمِتْناَ عَلَى دِيْنِ الإِسْلاَمِ
16. Wahai Tuhan yang mempunyai sifat Keagungan dan sifat Pemurah, matikanlah kami dalam agama Islam . (7X) Sila rujuk ke no. 12. Moga-moga kita dimatikan dalam keadaan Islam.
Dan dari Tirmidhi, Rasulullah s.a.w. menyatakan di dalam sebuah hadith bahawasanya sesiapa yang berdoa dengan nama-nama Allah dan penuh keyakinan, doa itu pasti dikabulkan Allah.
17. ياَ قَوِيُّ ياَ مَتِيْـنُ إَكْفِ شَرَّ الظَّالِمِيْـنَ
17. Wahai Tuhan yang Maha Kuat lagi Maha Gagah, hindarkanlah kami dari kejahatan orang-orang yang zalim. (3X) Seperti di atas (16); Merujuk hadith Rasulullah s.a.w, sesiapa yang tidak boleh mengalahkan musuhnya, dan mengulangi Nama ini dengan niat tidak mahu dicederakan akan bebas dari dicederakan musuhnya.
18. أَصْلَحَ اللهُ أُمُوْرَ الْمُسْلِمِيْنَ صَرَفَ اللهُ شَرَّ الْمُؤْذِيْنَ
18. Semoga Allah memperbaiki urusan kaum muslimim dan menghindarkan mereka dari kejahatan orang-orang yang suka menggangu. (3X)
Diriwayatkan oleh Abu Darda’ bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: “Tiada seorang mukmin pun yang berdoa untuk kaumnya yang tidak bersamanya, melainkan akan didoakan oleh Malaikat, “Sama juga untukmu”.
19. يـَا عَلِيُّ يـَا كَبِيْرُ يـَا عَلِيْمُ يـَا قَدِيْرُ يـَا سَمِيعُ يـَا بَصِيْرُ يـَا لَطِيْفُ يـَا خَبِيْرُ
19. Wahai Tuhan Yang Maha Mulia, lagi Maha Besar, Yang Maha Mengetahui lagi Sentiasa Sanggup, Yang Maha Mendengar lagi Melihat. Yang Maha Lemah-Lembut lagi Maha Mengetahui (3X)
Surah 17: Al Israil: Ayat 110: “Katakanlah (wahai Muhammad): "Serulah nama “Allah” atau “Ar-Rahman”, yang mana sahaja kamu serukan; kerana Allah mempunyai banyak nama yang baik serta mulia. Dan janganlah engkau nyaringkan bacaan doa atau sembahyangmu, juga janganlah engkau perlahankannya, dan gunakanlah sahaja satu cara yang sederhana antara itu."
20. ياَ فَارِجَ الهَمِّ يَا كَاشِفَ الغَّمِّ يَا مَنْ لِعَبْدِهِ يَغْفِرُ وَيَرْحَمُ
20. Wahai Tuhan yang melegakan dari dukacita, lagi melapangkan dada dari rasa sempit. Wahai Tuhan yang mengampuni dan menyayangi hamba-hamba-Nya. (3X)
Dari Abu Dawud, diriwayatkan daripada Anas ibn Malik: “Ketika saya bersama Rasulullah s.a.w., ada seseorang berdoa, “Ya Allah saya meminta kerana segala pujian ialah untuk-Mu dan tiada Tuhan melainkan-Mu, Kamulah yang Pemberi Rahmat dan yang Pengampun, Permulaan Dunia dan Akhirat, Maharaja Teragung, Yang Hidup dan Yang Tersendiri”.
Rasulullah s.a.w. bersabda: “Dia berdoa kepada Allah menggunakan sebaik-baik nama-nama-Nya, Allah akan memakbulkannya kerana apabila diminta dengan nama-nama-Nya Allah akan memberi.
21. أَسْتَغْفِرُ اللهَ رَبَّ الْبَرَايَا أَسْتَغْفِرُ اللهَ مِنَ الْخَطَاياَ
21. Aku memohon keampunan Allah Tuhan Pencipta sekalian makhluk, aku memohon keampunan Allah dari sekalian kesalahan. (4X) Surah 4: An-Nisa’: Ayat 106: “Dan hendaklah engkau memohon keampunan daripada Allah; sesungguhnya Allah itu Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani.”
Surah 11: Hud: Ayat 90: “Dan mintalah keampunan Tuhanmu, kemudian kembalilah taat kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku Maha Mengasihani, lagi Maha Pengasih”
22. لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
22. Tiada Tuhan Melainkan Allah (50X)
Komentar tentang kalimah tauhid sangat panjang. Kalimah “La ilaha illallah” ini adalah kunci syurga. Diriwayatkan oleh Abu Dzar bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda: “Allah tidak membenarkan seseorang masuk ke neraka jikalau dia mengucapkan kalimah tauhid ini berulang-ulang kali.”
23. مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّفَ وَكَرَّمَ وَمَجَّدَ وَعَظَّمَ وَرَضِيَ اللهُ تَعاَلَى عَنْ آلِ وَأَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ أَجْمَعِيْنَ، وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِ التَّابِعِيْنَ بِإِحْسَانٍ مِنْ يَوْمِنَا هَذَا إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَعَلَيْناَ مَعَهُمْ وَفِيْهِمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
23. Muhammad Rasulullah, Allah Mencucurkan Selawat dan Kesejahteraan keatasnya dan keluarganya. Moga-moga dipermuliakan, diperbesarkan, dan diperjunjungkan kebesarannya. Serta Allah Ta'ala meredhai akan sekalian keluarga dan sahabat Rasulullah, sekalian tabi'in dan yang mengikuti mereka dengan kebaikan dari hari ini sehingga Hari Kiamat, dan semoga kita bersama mereka dengan rahmat-Mu wahai Yang Maha Pengasih daripada yang mengasihani.
24. بِسْم اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
قُلْ هُوَ اللهُ أَحَـدٌ. اَللهُ الصَّمَـدُ. لَمْ يَلِـدْ وَلَمْ يٌوْلَـدْ. وَلَمْ يَكُـنْ لَهُ كُفُـوًا أَحَـدٌ
24. Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Katakanlah (wahai Muhammad): “Dialah Allah Yang Maha Esa; Allah Yang menjadi tumpuan segala permohonan; Ia tidak beranak, dan Ia pula tidak diperanakkan; Dan tidak ada sesiapapun yang sebanding dengan-Nya. Surah Al-Ikhlas (3X)
Dari Imam Bukhari, diriwayatkan daripada Abu Sa’id al-khudri; seseorang mendengar bacaan surah al-Ikhlas berulang-ulang di masjid. Pada keesokan paginya dia datang kepada Rasulullah s.a.w. dan sampaikan perkara itu kepadanya sebab dia menyangka bacaan itu tidak cukup dan lengkap. Rasulullah s.a.w berkata, “Demi tangan yang memegang nyawaku, surah itu seperti sepertiga al Quran!”
Dari Al-Muwatta', diriwayatkan oleh Abu Hurairah; Saya sedang berjalan dengan Rasulullah s.a.w, lalu baginda mendengar seseorang membaca surah al-Ikhlas. Baginda berkata, “Wajiblah.” Saya bertanya kepadanya, “Apa ya Rasulallah?” Baginda menjawab, “Syurga” (Wajiblah syurga bagi si pembaca itu).
25. بِسْم اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ، مِنْ شَرِّ ماَ خَلَقَ، وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ، وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ، وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَد
25. Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Katakanlah (wahai Muhammad); “Aku berlindung dengan Tuhan yang menciptakan cahaya subuh, daripada kejahatan makhluk-makhluk yang Ia ciptakan; dan daripada kejahatan malam apabila ia gelap gelita; dan daripada (ahli-ahli sihir) yang menghembus pada simpulan-simpulan ikatan; dan daripada kejahatan orang yang dengki apabila ia melakukan kedengkiannya”.
Surah Al-Falaq
Diriwayatkan daripada Aisyah r.a katanya: Rasulullah s.a.w biasanya apabila ada salah seorang anggota keluarga baginda yang sakit, baginda menyemburnya dengan membaca bacaan-bacaan. Sementara itu, ketika baginda menderita sakit yang menyebabkan baginda wafat, aku juga menyemburkan baginda dan mengusap baginda dengan tangan baginda sendiri, kerana tangan baginda tentu lebih banyak berkatnya daripada tanganku.
26. بِسْم اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ، مَلِكِ النَّاسِ، إِلَهِ النَّاسِ، مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ، اَلَّذِيْ يُوَسْوِسُ فِي صُدُوْرِ النَّاسِ، مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ
26. Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Katakanlah (wahai Muhammad): “Aku berlindung dengan Tuhan sekalian manusia. Yang Menguasai sekalian manusia, Tuhan yang berhak disembah oleh sekalian manusia, Dari kejahatan pembisik penghasut yang timbul tenggelam, Yang melemparkan bisikan dan hasutannya ke dalam hati manusia, dari kalangan jin dan manusia”. Surah An-Nas
Dari Tirmidhi diriwayatkan daripada Abu Sa’id al-Khudri; Nabi Muhammad s.a.w selalu meminta perlindungan daripada kejahatan jin dan perbuatan hasad manusia. Apabila surah al-falaq dan an-nas turun, baginda ketepikan yang lain dan membaca ayat-ayat ini sahaja.
27. اَلْفَاتِحَةَ
إِلَى رُوحِ سَيِّدِنَا الْفَقِيْهِ الْمُقَدَّمِ مُحَمَّد بِن عَلِيّ باَ عَلَوِي وَأُصُولِهِمْ وَفُرُوعِهِمْ وَكفَّةِ سَادَاتِنَا آلِ أَبِي عَلَوِي أَنَّ اللهَ يُعْلِي دَرَجَاتِهِمْ فِي الْجَنَّةِ وَيَنْفَعُنَا بِهِمْ وَبِأَسْرَارِهِمْ وَأَنْوَارِ هِمْ فِي الدِّيْنِ وَالدُّنْياَ وَالآخِرَةِ
27. Bacalah Al-fatihah kepada roh Penghulu kita al-Faqih al-Muqaddam, Muhammad ibn Ali Ba’alawi, dan kepada asal-usul dan keturunannya, dan kepada semua penghulu kita dari keluarga bani ‘Alawi, moga-moga Allah tinggikan darjat mereka di syurga, dan memberi kita manfaat dengan mereka, rahsia-rahsia mereka, cahaya mereka di dalam agama, dunia dan akhirat.
28. اَلْفَاتِحَةَ
إِلَى أَرْوَاحِ ساَدَاتِنَا الصُّوْفِيَّةِ أَيْنَمَا كَانُوا فِي مَشَارِقِ الأَرْضِ وَمَغَارِبِهَا وَحَلَّتْ أَرْوَاحُهُمْ - أَنَّ اللهَ يُعْلِي دَرَجَاتِهِمْ فِي الْجَنَّةِ وَيَنْفَعُنَا بِهِمْ وَبِعُلُومِهِمْ وَبِأَسْرَارِهِمْ وَأَنْوَارِ هِمْ، وَيُلْحِقُنَا بِهِمْ فِي خَيْرٍ وَعَافِيَةٍ.
28. Bacalah al-fatihah kepada roh-roh Penghulu kita Ahli Ahli Sufi, di mana saja roh mereka berada, di timur atau barat, moga moga Allah tinggikan darjat mereka di syurga, dan memberi kita manfaat dengan mereka, ilmu-ilmu mereka, rahsia-rahsia mereka, cahaya mereka, dan golongkan kami bersama mereka dalam keadaan baik dan afiah. 29. اَلْفَاتِحَةَ
إِلَى رُوْحِ صاَحِبِ الرَّاتِبِ قُطْبِ الإِرْشَادِ وَغَوْثِ الْعِبَادِ وَالْبِلاَدِ الْحَبِيْبِ عَبْدِ اللهِ بِنْ عَلَوِي الْحَدَّاد وَأُصُوْلِهِ وَفُرُوْعِهِ أَنَّ اللهَ يُعْلِي دَرَجَاتِهِمْ فِي الْجَنَّة وَيَنْفَعُنَا بِهِمْ وَأَسْرَارِهِمْ وَأَنْوَارِهِمْ بَرَكَاتِهِمْ فِي الدِّيْنِ وَالدُّنْياَ وَالآخِرَةِ.
29. Bacalah fatihah kepada roh Penyusun Ratib ini, Qutbil-Irshad, Penyelamat kaum dan negaranya, Al-Habib Abdullah ibn Alawi Al-Haddad, asal-usul dan keturunannya, moga moga Allah meninggikan darjat mereka di syurga, dan memberi kita manfaat dari mereka, rahsia-rahsia mereka, cahaya dan berkat mereka di dalam agama, dunia dan akhirat.
30. اَلْفَاتِحَة
إِلَى كَافَّةِ عِبَادِ اللهِ الصّالِحِينَ وَالْوَالِدِيْنِ وَجَمِيْعِ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ أَنْ اللهَ يَغْفِرُ لَهُمْ وَيَرْحَمُهُمْ وَيَنْفَعُنَا بَأَسْرَارِهِمْ وبَرَكَاتِهِمْ
30. Bacalah Fatihah kepada hamba hamba Allah yang soleh, ibu bapa kami, mukminin dan mukminat, muslimin dan muslimat, moga moga Allah mengampuni mereka dan merahmati mereka dan memberi kita manfaat dengan rahsia rahsia dan barakah mereka.
31. (ويدعو القارئ):
31. Berdoalah disini apa yang di hajati. :
اَلْحَمْدُ اللهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ حَمْدًا يُوَافِي نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَه، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وأَهْلِ بَيْتِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ بِحَقِّ الْفَتِحَةِ الْمُعَظَّمَةِ وَالسَّبْعِ الْمَثَانِيْ أَنْ تَفْتَحْ لَنَا بِكُلِّ خَيْر، وَأَنْ تَتَفَضَّلَ عَلَيْنَا بِكُلِّ خَيْر، وَأَنْ تَجْعَلْنَا مِنْ أَهْلِ الْخَيْر، وَأَنْ تُعَامِلُنَا يَا مَوْلاَنَا مُعَامَلَتَكَ لأَهْلِ الْخَيْر، وَأَنْ تَحْفَظَنَا فِي أَدْيَانِنَا وَأَنْفُسِنَا وَأَوْلاَدِنَا وَأَصْحَابِنَا وَأَحْبَابِنَا مِنْ كُلِّ مِحْنَةٍ وَبُؤْسٍ وَضِيْر إِنَّكَ وَلِيٌّ كُلِّ خَيْر وَمُتَفَضَّلٌ بِكُلِّ خَيْر وَمُعْطٍ لِكُلِّ خَيْر يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْن
Segala puji hanya bagi Allah, Tuhan yang memelihara dan mentadbirkan sekalian alam, segala puji pujian bagi-Nya atas penambahan nikmat-Nya kepada kami, moga moga Allah mencucurkan selawat dan kesehahteraan ke atas Penghulu kami Muhammad, ahli keluarga dan sahabat-sahabat baginda. Wahai Tuhan, kami memohon dengan haq (benarnya) surah fatihah yang Agung, iaitu tujuh ayat yang selalu di ulang-ulang, bukakan untuk kami segala perkara kebaikan dan kurniakanlah kepada kami segala kebaikan, jadikanlah kami dari golongan insan yang baik; dan peliharakanlah kami Ya tuhan kami. sepertimana Kamu memelihara hamba-hambaMu yang baik, lindungilah agama kami, diri kami, anak anak kami, sahabat-sahabat kami, serta semua yang kami sayangi dari segala kesengsaraan, kesedihan, dan kemudharatan. Sesungguhnya Engkaulah Maha Pelindung dari seluruh kebaikan dan Engkaulah yang mengurniakan seluruh kebaikan dan memberi kepada sesiapa saja kebaikan dan Engkaulah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Amin Ya Rabbal Alamin.
32. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْـأَلُكَ رِضَـاكَ وَالْجَنَّـةَ وَنَـعُوْذُ بِكَ مِنْ سَـخَطِكَ وَالنَّـارِ
32. Ya Allah, sesungguhnya kami memohon keredhaan dan syurga-Mu; dan kami memohon perlindungan-Mu dari kemarahan-Mu dan api neraka. (3X)
Dari Tirmidhi dan Nasa’i, diriwayatkan daripada Anas ibn Malik: Rasulullah s.a.w. bersabda, “Jikalau sesiapa memohon kepada Allah untuk syurga tiga kali, Syurga akan berkata, “Ya Allah bawalah dia ke dalam syurga;” dan jikalau ia memohon perlindungan dari api neraka tiga kali, lalu neraka pun akan berkata, “Ya Allah berilah dia perlindungan dari neraka.”
انتهى الراتب الشهير
Tamat Ratib Al-Haddad
“Syarh Ratib Al-Haddad” – komentari, pembicaraan dan hujah Ratib Al-Haddad yang teliti bagi setiap ayat di dalam Ratib Haddad tulisan Al-Habib Alawi bin Ahmad bin Hassan bin Abdullah Al-Haddad, dalam bahasa Arab yang dicetak oleh Al-Habib Ali bin Essa bin Abdulkader Al-Haddad di Singapura dan di Maqam Imam Al-Haddad.
Isnin, 11 Januari 2016
KHUTBAH JUMAAT 27 RABIUL AWAL 1437 / 08 JANUARI 2016
YB DATO' SERI TUAN GURU HAJI ABDUL HADI AWANG - MASJID RUSILA, MARANG, TERENGGANU.
Ahad, 10 Januari 2016
Khamis, 7 Januari 2016
Minit Terakhir Kondisi Mesjid di Iraq pasca di bom oleh kaum Syiah,
Perhatikan di menit terakhir bagaimana kondisi mesjid di Iraq pasca di bom oleh kaum syiah, perhatikan reruntuhannya dan tulisan muhammad rasulUllah yang bergeletakan di lantai.Perlu dipertanyakan beginikah tingkah laku kaum yang mengaku beragama islam dan mencintai ahlul bayt rasulUllah sholAllahu'alaihi wasalam? Adakah pecinta ahlul bayt berbuat kerusakan di mesjid?HasbunAllah wa nikmal wakil, sesungguhnya majusi syiah adalah musuh islam yang paling nyata.
Posted by Middle EAST Update on 7hb Januari 2016
Perhatikan di minit terakhir bagaimana kondisi mesjid di Iraq pasca di bom oleh kaum syiah, perhatikan reruntuhannya dan tulisan muhammad rasulUllah yang bergeletakan di lantai.
Perlu dipertanyakan beginikah tingkah laku kaum yang mengaku beragama islam dan mencintai ahlul bayt rasulUllah sholAllahu'alaihi wasalam? Adakah pecinta ahlul bayt berbuat kerusakan di mesjid?
HasbunAllah wa nikmal wakil, sesungguhnya majusi syiah adalah musuh islam yang paling nyata.
Isnin, 4 Januari 2016
PERNIAGAAN DALAM ISLAM
Perniagaan dalam dunia perdagangan merupakan satu perkara yang amat penting dalam kehidupan manusia. Maka tidak hairan, al-Quran telah memberi perhatian yang cukup banyak meliputi bidang tersebut. Dari sisi lain pula, Nabi Muhammad s.a.w menggambarkan misi beliau sebagai “menyempurnakan akhlak“.
Jika demikian, pastilah dapat ditemui etika berniaga dari perspektif al-Quran dan al-sunnah. Ini dapat dilihat apabila Rasulullah s.a.w sendiri pada usia mudanya merupakan seorang ahli perniagaan yang berjaya.
Kita seringkali menemui istilah-istilah yang dikenali dalam dunia perniagaan seperti “jual-beli“, “untung rugi“, “kredit“, dan sebagainya. Demikian juga dalam al-Quran mengungkapkan istilah ini saperti mana firman-Nya yang bermaksud:
“Siapakah yang ingin memberi “qardh” (kredit) kepada Allah dengan kredit yang baik, maka Allah akan melipat gandakan (qardh itu) untuknya, dan dia akan memperoleh ganjaran yang banyak.”
(al-Hadid: 11)
Al-Quran sebenarnya tidak meletakkan syarat yang banyak terhadap orang yang melakukan perniagaan kecuali etika yang diajarkan al-Quran bertumpu kepada prinsip “mengorbankan kepentingan peribadi demi orang lain.” (lihat Surah al-Hasyr: 9). Justeru dalam setiap perkara yang berkaitan dengan dunia perniagaan perkara yang dituntut adalah ”tidak menganiayai”.
Allah berfirman dalam surah al-Baqarah ayat 279 yang bermaksud:
“Bagimu modal kamu. Kamu tidak teraniaya dan tidak pula teraniaya.”
Rasulullah s.a.w juga memberi sebahagian petunjuk bagi mendokong terciptanya etika di dalam perniagaan tersebut, iaitu pertama adalah kejujuran.
Dalam konteks ini Rasulullah s.a.w bersabda yang bermaksud: “Tidak dibenarkan seseorang Muslim menjual satu jualan yang mempunyai aib kecuali dia mejelaskan aibnya.” (Riwayat al-Quzwaini).
Manakala dalam sabda baginda yang lain:
“Siapa yang menipu kami bukan daripada golongan kami.”
(Riwayat Muslim, Tirmidzi dan Abu Daud)
Selain itu Rasulullah s.a.w juga pernah menasihati seorang ahli perniagaan wanita dengan sabdanya yang bermaksud:
“Wahai ummu qilat, jika engkau ingin membeli sesuatu, tawarlah dengan harga yang engkau inginkan, diberikan atau tidak. Dan apabila engkau ingin menjual, tawarkanlah dengan harga yang engkau inginkan, diterima atau ditolak.”
(Riwayat Quzwaimi)
Islam tidak pernah menentukan sebarang had atau sakatan tertentu dalam mengambil keuntungan. Menurut Syeikh Qardhawi, tidak ada sebarang nas dalam al-Quran atau hadis yang menyatakan keadaan tersebut, malah diserahkannya kepada dhamir (jiwa) dan pertimbangan umat Islam sendiri.
Walau bagaimanapun, Islam telah menggariskan panduannya yang jelas dalam perhubungan muamalat umatnya.
Antara panduan tersebut yang perlu diambil kira oleh setiap Muslim itu ialah batasan akhlak, ajaran agama, juga adab sopan, atau ’uruf (etika) masyarakat serta undang-undang pemerintah. Sekiranya terdapat urusan yang dilakukan di luar batasan akhlak dan bertentangan dengan ajaran agama atau bercanggah dengan ’uruf masyarakat atau menyalahi undang-undang, maka tindakan atau pengurusan tersebut dikira haram dan salah.
Apa yang disebutkan Allah s.w.t suatu perniagaan itu hendaklah berjalan secara (taradhin) persetujuan dan kerelaan bersama antara penjual dan pembeli.
Dalam hal ini Allah s.w.t telah berfirman yang bermaksud:
“Wahai mereka yang beriman janganah kamu makan harta antara kamu secara batil melainkan melalu perniagaan yang berlaku secara rela hati dikalangan kamu.”
(an-Nisaa: 29)
Jadi sekiranya jual beli tersebut diakukan tanpa persetujuan atau melalui penipuan maka urusan itu perlu dibatalkan.Apatah lagi jika keuntungan yang diambil secara gelap (tadlis) yang dilarang oleh agama,sekalipun pembelian tersebut telah diluluskan.
Allah s.w.t juga menekankan perlunya mengindahkan peraturan-peraturan yang ditetapkan dan tidak melakukan apa yang di istilahkannya dengan al-bathil (baca surah An-Nisa ayat 29), iaitu pelanggaran terhadap ketentuan agama atau persyaratan yang disepakati.
Nabi s.a.w bersabda yang bermaksud:
”Kaum Muslim sesuai dengan (harus menepati)syarat-syarat yang mereka sepakati, selama tidak menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.”
Perniagaan adalah satu bentuk muamalat.Oleh kerana itu dalam urusan perniagaan kita harus melihat hubungan timbal-balik itu agar ia berlansung secara harmonis.
Nabi s.a.w juga ada menyebut agama adalah muamalah. Ini bermakna bahawa semakin baik hubungan timbal balik maka semakin baik pula kualiti keberagamaan seseorang.
Bukan sahaja dalam perkara berkaitan urusan perniagaan, malah apa-apa perkara sekalipun jika dilakukan secara berlebihan atau melampaui batas itu amatlah dilarang oleh Alllah s.w.t.
Ini ditegaskan dalam firman-Nya yang bermaksud:
”Jangan sekali-kali kamu bertindak melampaui batas kerana Allah tidak suka kepada mereka yang melampau.”
(al-A’raf: 31)
Berniaga bukan semata-mata dengan tujuan mencari untung, kerana di dalam perniagaan tidak sentiasa mendapat untung. Di dalam perniagaan sering sahaja mendapat kerugian.
Tujuan perniagaan mengikut Islam sebenarnya ialah hendak memperbesar, memperpanjang dan memperluaskan aktiviti syariat atau bertujuan ibadah dan mendapat pahala yang banyak. Justeru itulah di dalam perniagaan, hendaklah sentiasa mencari keredhaan Allah Taala dengan niat yang betul serta perlaksanaan yang betul.
Firman Allah SWT :
Maksudnya :
Orang-orang lelaki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan jual beli dari mengingati Allah dan mendirikan sembahyang serta menunaikan zakat;mereka takut akan hari yang bergoncang segala hati dan pemandangan di waktu itu. (An Nur: 37)
Mari kita lihat betapa di dalam perniagaan itu luas sekali syariatnya atau luas ibadahnya itu berlaku yang mana kebaikannya pula dan pahalanya pula amat banyak sekali di antaranya:
1. Kita banyak mendapat kawan,di dalam Islam berkawan itu disuruh. Di Akhirat kelak, kawan itu boleh memberi syafaat.
2. Boleh memberi khidmat sama ada secara langsung mahupun tidak secara langsung. Mengikut Hadis:
Maksudnya:
Sebaik-baik manusia ialah orang yang banyak memberi manfaat kepada orang lain.
3. Di dalam perniagaan ada unsur-unsur kerjasama.Bekerjasama, Islam sangat menggalakkan.
Al Quran ada memberitahu yang maksudnya:
Bertolong bantulah di atas kebaikan dan ketaqwaan. (Al Maidah: 2)
4. Di dalam perniagaan ada tolak ansur.Tidak ada tolak ansur, tidak boleh berniaga .Di dalam Islam,bertolak ansur adalah salah satu sifat yang terpuji.
5. Perniagaan boleh memudahkan masyarakat mengurus keperluan hidupnya, terutama di bidang makan minum.Di sini Islam memandang satu kebaikan kerana ada unsur mengutamakan orang lain atau memudahkan orang lain.
6. Di dalam berniaga dapat menyelamatkan barangan keluaran masyarakat Islam. Kalau tidak, barangan itu akan terbuang dan akan timbul pembaziran. Di dalam Islam, pembaziran sangat dilarang,menjauhi pembaziran satu kewajipan.
Firman Allah SWT :
Maksudnya:
Sesungguhnya orang yang membazir saudara-saudara syaitan.(Al Isra: 27)
7. Di dalam perniagaan banyak pengalaman akan diperolehi sama ada di segi pengurusan, mengenal tempat, mengenal barang dan lain-lain lagi.Di dalam Islam mencari ilmu dan pengalaman sangat dituntut.
8. Di dalam mengendalikan perniagaan ada latihan kesabaran.Sifat sabar salah satu daripada sifat mahmudah,bahkan ia sangat diperlukan di dalam kehidupan.Orang yang sabar, pahala yang diberikan kepadanya tanpa hisab.
Firman Allah dalam Al Quran:
Maksudnya:
Sesungguhnya orang-orang yang bersabar sahaja akan disempurnakan pahala dengan tidak terkira. (Az Zumar:10)
9. Berniaga merupakan salah satu cara memajukan agama, bangsa dan negara. Ia merupakan tanggungjawab khalifah Tuhan(manusia) di muka bumi supaya dapat dilihat kebesaran Allah serta dapat menikmati nikmat-nikmatNya agar manusia boleh bersyukur hingga mereka mendapat pahala syukur.
10. Di dalam perniagaan,boleh dapat peluang mengeluarkan zakat, salah satu dari rukun Islam dapat ditunaikan. Dengan itu salah satu sumber saluran untuk membantu fakir miskin dan asnaf-asnaf yang lain dapat diwujudkan.Maka di sini banyak pula golongan terbantu
Allah SWT telah berfirman di dalam Al Quran:
Maksudnya:
Berbuat baiklah kepada kedua ibu bapa dan kaum kerabat dan anak-anak yatim serta orang-orang miskin dan katakanlah kepada sesame manusia kata-kata yang baik dan dirikanlah sembahyang serta berilah zakat. (Al Baqarah: 83)
11. Di dalam perniagaan kita dapat membuat latihan berlapang dada berhadapan dengan perintah manusia.Ia sentiasa mencabar emosi kita.Maka kita selalu sahaja menyembunyikan kemarahan kita.Meyembunyikan kemarahan itu adalah disuruh dalam Al Quran.Dalam Al Quran ada menyebutkan meyembunyikan sifat marah itu,ia adalah salah satu sifat orang yang bertaqwa.
Firman Allah SWT:
Maksudnya:
” Iaitu orang yang mendermakan hartanya pada masa senang dan susah dan yang menahan kemarahannya dan orang-orang yang memaafkan kesalahan orang.Dan Allah mengasihi orang-orang yang berbuat pekara-pekara yang baik. (Ali Imran: 134)
12.Di dalam perniagaan memerlukan sifat berlapang dada,bertolak ansur,memberi maaf, berlebih kurang,bersimpati. Sifat ini adalah dipuji dan sangat diperlukan dalam pergaulan. Di dalan Hadis ada disebutkan Islam itu adalah as-samahah,agama berlapang dada dan pemaaf.
13. Di dalam perniagaan ada peluang kerja untuk manusia sebagai sumber pencarian. Disini dapat mengelakkan manusia daripada menganggur yang dilarang oleh syariat. Maka dengan sekaligus tenaganya dapat dimanfaatkan oleh orang lain sama, ertinya, adanya perniagaan, menjadikan tenaga manusia produktif mengeluarkan hasil untuk faedah manusia yang lain.
Apa yang kita sebutkan di atas tadi jelaslah begitu banyak sekali di dalam perniagaan, syariat Islam itu dapat kita tegakkan. Ertinya beberapa banyak aspek di dalam Islam itu telah dapat kita bangunkan di dalam perniagaan. Apabila banyak aspek syariat dibangunkan maka banyaklah pahals yang kita dapat.
Oleh itu tidak hairanlah Islam menganggap orang yang berniaga secara jujur itu dianggap al jihad fisabilillah dan juga munasabahlah kerja mereka itu dianggap kerja yang paling baik dalam Islam kerana kebaikannya terlalu banyak diperolehi oleh masyarakat dari hasil perniagaannya itu.
Tujuan Berniaga
Terdapat sekurang-kurangnya 12 tujuan berniaga :-
1. Menegakkan syariat atau hukum Allah.
2. Dalam Perniagaan,kita akan dapat kawan yang akan memberi syafaat yang akan membantu kita di Siratul Mustaqim.
3. Mengajar kita bertolak ansur.
4. Mengajar kita melariskan barang – pandai bercakap,pandai menyampaikan.
5. melahirkan orang yang sabar dalam memendam rasa hendak marah.Sabar bila orang marah dengan kita.
6. Boleh melahirkan orang yang cerdik,pandai bertindak dan berfikir dan merancang dalam apa jua keadaan.
7. Melahirkan orang yang berakhlak tinggi dan berbudi pekerti.
8. Dapat menambah ilmu,wawasan atau general knowledge.
9. Jujur dan amanah.
10. Boleh kita berzakat.
11. Melahirkan orang yang samahah (pemaaf )
12. Memenuhi keperluan umat Islam dan menyediakan barang-barang Islam. Sifat Yang Perlu Pada Seorang Peniaga.
Sifat-sifat yang perlu ada pada seorang peniaga ialah:
1. Peramah dan mesra dengan orang.
2. Bertolak ansur di dalam berjual beli.
3. Berlapang dada dengan karenah manusia.
4. Bersifat sabar.
5. Menunaikan janji.
6. Cepat melayan orang.
7. Jangan menekan dan memaksa meminta hutang.
8. Jujur dan amanah.
9. Pemurah dan menolong orang.
10. Bersifat benar.
11. Rajin dan cergas.
12. Cermat berbelanja.
13. Berhati-hati membuat sebarang janji atau memberi hutang kepada orang.
14. Menyusun dan meletak barang dengan baik supaya nampak teratur dan tidak mudah rosak.
15. Menjaga barang dan kebersihan.
16. Sentiasa peka dan prihatin dengan keperluan semasa.
17. Menjual barang dengan harga yang sederhana.
18. Memilih barang-barang jualan yang masih baik.
19. Membiasakan menyimpan wang untuk keperluan yang mendadak dan mendesak.
20. Memperbanyak aset untuk jangka panjang.
21. Merancang projek-projek atau dagangan di masa depan supaya perniagaan sentiasa berkembang dan membesar.
22. Cukup setahun hendaklah mengeluarkan zakat perniagaan.
Langgan:
Catatan (Atom)