Khamis, 25 Oktober 2012

Bekas mufti keterlaluan samakan ulama PAS dengan Khomeini



Bekas mufti keterlaluan samakan ulama PAS dengan Khomeini

Ustaz Nik Muhammad Zawawi Salleh, 25 Okt 2012

Soalan yang dikemukakan oleh seorang moderator dalam Wacana Sinar Harian siri ke-15 berhubung dengan pemimpin ulama PAS yang tidak boleh ditegur dan jawapan yang diberikan oleh seorang bekas Mufti terhadap soalan tersebut adalah sangat tidak adil kepada PAS.


Bekas mufti itu ketika menjawab persoalan tersebut berkata bahawa jika PAS menjadi pemerintah dengan mentaliti orang agama tidak boleh disentuh, negara akan menjadi lebih korup daripada apa yang berlaku sekarang. Beliau menyamakan situasi itu dengan pemerintahan Ayatullah Khomeini di Iran yang tidak boleh ditegur dan disentuh.

Moderator tersebut pula seolah-olah dilihat ingin menjatuhkan kredibiliti dan memburukkan persepsi masyarakat terhadap para pimpinan ulama dalam PAS dengan mengemukakan persoalan tersebut. Ini adalah kerana beliau tidak mengemukakan apa-apa contoh, bukti dan fakta atas dakwaan bahawa golongan tersebut dalam PAS tidak boleh ditegur.

Bekas mufti tersebut juga sama dengan moderator ketika menjawab soalan yang dikemukakan tidak mengemukan contoh, bukti dan fakta. Ia adalah tidak adil kepada pimpinan ulama dalam PAS yang dituduh demikian apatah lagi wakil PAS tidak dijemput dalam wacana tersebut. Dipukul dalam keadaan tangan terikat sehingga tidak boleh menjawab terus. Kalau boleh menjawab sekalipun selepas itu, ia dalam keadaan ruang yang sangat terhad.

PAS khususnya para pimpinan ulamaknya sentiasa terbuka untuk menerima segala kritikan dan teguran. Lihat sahaja sikap Datuk Seri Tuan Guru Presiden, pimpinan ulama tertinggi dalam PAS menerima kritikan dan teguran yang keras daripada Prof. Dr. Aziz Bari yang mempertikaikan kepimpinannya. Keterbukaan beliau lebih terserlah apabila beliau sendiri mencadangkan agar dianjurkan seminar khusus bagi memberi peluang kepada Prof. Dr. Aziz Bari mengemukakan kritikan dan teguran tersebut di hadapan ahli dan pimpinan PAS.

Bekas mufti itu juga agak keterlaluan apabila menyamakan pimpinan ulama dalam PAS dengan Ayatullah Khomeini. Semua sedia maklum bahawa PAS berpegang kepada aqidah Ahli Sunnah wal Jamaah dan Ayatullah Khomeini pula berpegang kepada aqidah Syiah. Dua aqidah yang sangat berbeza antara satu sama lain. Pengikut Syiah menganggap bahawa Ayatullah adalah lebih tinggi martabatnya daripada para Nabi. Jadi tidak peliklah Ayatullah tidak boleh ditegur dan disentuh.

Ada pun PAS tidak pernah mengajar orang ramai untuk berpandangan demikian. Ulamak dalam PAS berpegang kepada kata-kata Saidina Abu Bakar dan Saidina Umar r.a. apabila menjadi Khalifah dan Amirul Mukminin bahawa mereka sedia untuk ditegur. Bahkan Saidina Umar r.a. sangat berbangga terhadap rakyatnya apabila ada yang menunjukkan pedang kepada beliau untuk menegurnya jika beliau melakukan kesilapan.

Perlu dijelaskan, tulisan ini bukanlah bermakna Dewan Ulamak PAS Pusat tidak boleh menerima teguran apabila disamakan dengan Ayatullah Khomeini tetapi teguran yang dikemukakan mestilah dikemukakan bukti, contoh dan berfakta. Ini adalah kerana tanpanya, ia akan memberikan persepsi buruk kepada para pimpinan ulama dalam PAS dan dianggap sebagai tuduhan yang dibuat untuk menjatuhkan kredibiliti PAS yang bakal melangkah ke Putrajaya, insya Allah. Bahkan bekas mufti itu sendiri juga telah mengemukakan pandangan dalam wacana tersebut agar teguran yang hendak dibuat mestilah profesional.

Dalam masa yang sama PAS sentiasa mengajar kepada semua ahli supaya berani menegur dalam apa jua perkara yang bercanggah dengan syariat Islam termasuk juga menegur mana-mana kesilapan yang dilakukan oleh pucuk pimpinan parti. Sejarah ini sangat banyak berlaku di sepanjang perjuangan PAS.

PAS merasakan yang tak boleh ditegur ialah pimpinan Umno dan orang-orang yang bersekongkol dengannya. Orang yang tidak bersama dengan PAS biasanya mereka yang tidak berani berdepan dengan teguran secara terbuka dan tidak mahu menerima pandangan dari orang lain. Sebab itu ramai para ulama yang bergerak bersendirian dan mereka sangat bebas menghentam orang lain saja sesuka hati. Suasana ini amat tidak digalakkan dalam Islam.

Penulis ialah Ketua Penerangan Dewan Ulamak PAS Pusat

Sabtu, 20 Oktober 2012

Sifat-sifat Orang Munafik

Sifat-sifat Orang Munafik

Dalam setiap generasi sepanjang zaman, di dalamnya tidak akan terlepas dari adanya orang-orang munafik dengan model yang berbeda-beda di setiap zamannya. Walaupun orang munafik zaman dahulu dengan munafik zaman sekarang dipisahkan oleh rentang waktu yang jauh, namun pada hakekatnya sangatlah dekat kesamaan mereka. Mereka berbeda zaman tetapi sama dan serupa sifat kemunafikan mereka, yaitu menampakkan sesuatu yang berlawanan dengan hatinya. Pada hati mereka terpendam sisi gelap berupa kekufuran, keraguan dan kerusakan terhadap Islam, tetapi badan mereka berada di sisi lain, yaitu kepura-puraan. Mereka membagus-baguskan perbuatan dan berlagak baik di hadapan lawan mereka yang sedang berkuasa dan mempunyai kekuatan. Di balik kepura-puraan ini mereka bernafsu untuk mendapatkan harta dunia walaupun tidak seberapa. Mereka rela menjual agama mereka dengan imbalan dunia, mereka mengaku beriman padahal dalam hatinya tersembunyi sebuah kekufuran. Allah ta'ala berfirman,

"Katakanlah: "Amat jahat perbuatan yang telah diperintahkan imanmu kepadamu jika betul kamu beriman (kepada Taurat)." (al-Baqarah: 93)

Orang munafik mungkin ada di sekitar kita, dengan berbagai baju kebohongannya. Ada orang munafik tetapi bicaranya sangat sopan dan santun, ada juga yang perkataannya berisi keburukan, atau bahkan ada yang menjadi tokoh di masyarakat kita yang jika dia dimintai jawaban dari suatu masalah dia akan menjawab dengan jawaban yang sesat lagi menyesatkan.

Maka, pada tulisan ini kita akan sedikit membahas tentang sifat-sifat orang munafik yang memang dari pendahulunya mereka sudah menghalangi dakwah para Nabi dan menggerogoti keimanan para pengikutnya.

Di antara sifat-sifat orang munafik yaitu:

1. Tidak mau menerima hukum Allah padahal mereka mengaku beriman.

Kepatuhan terhadap hukum Allah mengharuskan adanya kebersihan dan kesucian hati dalam berserah diri untuk menerima hikmah Allah, sekaligus membersihkan hati dari hawa nafsu yang akan mudah dirasuki kemunafikan. Oleh karena itulah mengapa orang-orang munafik sangat sulit untuk berserah diri kepada Allah untuk menerima hukum-hukum yang ditetapkan, bahkan mereka dengan berani mengaku beriman dan ta'at.

Allah ta'ala berfirman mensifati orang-orang munafik,

"Dan mereka berkata: "Kami telah beriman kepada Allah dan rasul, dan kami mentaati (keduanya)." Kemudian sebagian dari mereka berpaling sesudah itu, sekali-kali mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman. Dan apabila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya, agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolak untuk datang." (an-Nuur: 47,48)

Allah juga menggambarkan kerusakan hati mereka sehingga tidak mau melaksanakan hukum Allah kecuali jika hal itu mendatangkan kemaslahatan dan keuntungan duniawi bagi mereka,

"Tetapi jika keputusan itu untuk (kemaslahatan) mereka, mereka datang kepada rasul dengan patuh. Apakah (ketidak datangan mereka itu karena) dalam hati mereka ada penyakit, atau (karena) mereka ragu-ragu ataukah (karena) takut kalau-kalau Allah dan rasul-Nya berlaku zalim kepada mereka? Sebenarnya, mereka itulah orang-orang yang zalim." (an-Nuur: 49-50)

Sebaliknya Allah juga menggambarkan sifat orang beriman yang jauh berbeda dengan orang munafik, Allah berfirman,

"Sesungguhnya jawaban oran-orang mu'min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. "Kami mendengar, dan kami patuh". Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan ." (an-Nuur: 51, 52)

Orang-orang munafik seperti ini disamping tidak mau menerima hukum Allah, sebaliknya mereka justru menerima dan menjalankan hukum-hukum wadh'i hasil buatan manusia. Mereka lebih menyukai dan mengutamakan hukum wadh'i dari pada hukum Allah ta'ala, padahal mereka mengaku sebagai orang Islam yang beriman secara dhohirnya. Allah ta'ala berfirman,

"Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? Mereka hendak berhakim kepada thaghut , padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. Apabila dikatakan kepada mereka : "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu." (an-Nisa': 60, 61)

Orang munafik melakukan semua ini karena pada hakekatnya tidak ada keimanan yang sesungguhnya di hati mereka, sebagaimana firman Allah ta'ala,

"Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (an-Nisa': 65)

Seandainya saja pada hati mereka sudah ada keimanan yang sesungguhnya, niscaya mereka tidak akan berhukum dengan hukum-hukum jahiliyah tersebut. Allah berfirman,

"Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?" (al-Ma'idah: 50)

2. Menyerukan pemisahan agama dari kehidupan dunia (sekulerisme)

Di antara sifat orang munafik, selain tidak mau menerima hukum Allah mereka juga mengabaikan penerapan syari'at dalam kehidupan sehari-hari. Padahal, syari'at Islam mengandung segala aturan kehidupan yang berfungsi menegakkan kebenaran dan keadilan yang bersumber langsung dari wahyu ilahi, sehingga tujuan utama dari syari'at Islam adalah untuk menjaga kemaslahatan manusia dengan mengatur kehidupan dunia berdasarkan aturan agama. Justru dengan syari'at Islam maka kehidupan seluruh makhluk di dunia ini akan menjadi baik, kecuali jika hati orang-orang munafik telah tertutupi dengan cinta dunia sehingga enggan menerapkan syari'at yang mulia ini.

Lihatlah bagai mana Nabi Syu'aib yang ingin memperbaiki kehidupan kaumnya dengan menunjukkan jalan kebenaran kepada mereka,

"Dan Syu'aib berkata: "Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan. Sisa (keuntungan) dari Allah adalah lebih baik bagimu jika kamu orang-orang yang beriman. Dan aku bukanlah seorang penjaga atas dirimu" (Huud: 85, 86)

Orang-orang munafik sangat gencar menyerukan sekularisasi, yaitu memisahkan urusan agama, aqidah atau sholat dengan kehidupan dan pekerjaan. Allah ta'ala berfirman,

"Mereka berkata: "Hai Syu'aib, apakah sembahyangmu menyuruh kamu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang kami memperbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal ." (Huud: 87)

Seakan-akan mereka (kaum Nabi Syu'aib) menganggap dakwah Nabi Syu'aib yang mengajak untuk memperbaiki kehidupan dunia dengan agama dan hukum-hukum Allah bukanlah petunjuk yang baik sehingga mereka mendustakannya. Padahal kehidupan dunia ini tidak akan lurus tanpa cahaya Allah dan harapan terhadap ridho-Nya. Allah ta'ala berfirman,

"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (al-A'raf: 96)

Bahkan mereka menjadi hamba dunia yang selalu tamak terhadap harta-harta semu di dunia ini.

3. Berpaling dari dzikrullah (mengingat Allah)

Alangkah sempitnya dada orang munafik untuk segala hal yang bisa mengingatkan mereka kepada Allah, kepada kebaikan dan kepada dakwah. Allah ta'ala berfirman,

"Ingatlah, sesungguhnya (orang munafik itu) memalingkan dada mereka untuk menyembunyikan diri daripadanya (Muhammad) . Ingatlah, di waktu mereka menyelimuti dirinya dengan kain, Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan dan apa yang mereka lahirkan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala isi hati." (Huud: 5)

Nabi Nuh 'alaihissalam ketika berdakwah kepada kaumnya, beliau tidak mendapatkan respon kecuali seluruh kaumnya menolak dan berpaling dari dakwah beliau. Sebagaimana dalam firman Allah ta'ala,

"Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (kemukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat." (Nuuh: 7)

Pada hakekatnya, sifat enggan orang munafik ini sumbernya adalah rasa kebencian yang mendalam terhadap ayat-ayat Allah sampai-sampai mereka berani menyerang orang yang membacakan ayat-ayat Allah karena begitu bencinya mereka terhadap ayat-ayat-Nya. Allah ta'ala berfirman,

"Dan apabila dibacakan di hadapan mereka ayat-ayat Kami yang terang, niscaya kamu melihat tanda-tanda keingkaran pada muka orang-orang yang kafir itu. Hampir-hampir mereka menyerang orang-orang yang membacakan ayat-ayat Kami di hadapan mereka. Katakanlah: "Apakah akan aku kabarkan kepadamu yang lebih buruk daripada itu, yaitu neraka?" Allah telah mengancamkannya kepada orang-orang yang kafir. Dan neraka itu adalah seburuk-buruknya tempat kembali." (Al-Hajj: 72)

Oleh karena itu, tidak asing lagi jika orang munafik serasa seperti kejang jika mendengar ayat-ayat Allah karena begitu besar keengganan mereka terhadap segala hal berbau tauhid, dakwah dan kebenaran. Allah berfirman,

"Dan apabila hanya nama Allah saja disebut, kesallah hati orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat; dan apabila nama sembahan-sembahan selain Allah yang disebut, tiba-tiba mereka bergirang hati." (az-Zumar: 45)

Dan bagi orang-orang semacam mereka ini hanyalah penderitaan dan kesempitan dalam dien. Allah berfirman,

"Dan orang-orang yang kafir, maka kecelakaanlah bagi mereka dan Allah menyesatkan amal-amal mereka. Yang demikian itu adalah karena Sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (Al Quraan) lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka." (Muhammad: 8-9)

Amal-amal mereka akan terhapus sia-sia sekaligus mendapatkan adzab yang sangat pedih di akhirat, Allah berfirman,

"Bagaimanakah (keadaan mereka) apabila malaikat mencabut nyawa mereka seraya memukul-mukul muka mereka dan punggung mereka? Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemurkaan Allah dan karena mereka membenci keridhaan-Nya, sebab itu Allah menghapus (pahala) amal-amal mereka." (Muhammad: 27-28)

4. Adab yang buruk terhadap Allah dan Rasul-Nya

Mengagungkan Allah berserta semua syari'at-Nya merupakan bentuk ketakwaan hati yang tidak dimiliki oleh orang munafik. Sebagaimana yang kita ketahui, orang munafik sangat buruk adabnya terhadap Allah dan syari'at-Nya, dengan menolak hukum-hukum Allah dan enggan hal-hal yang mengajak untuk mengingatkan diri kepada Allah. Perkataan mereka terhadap Allah sangatlah buruk dan keji sebagaimana yang dilakukan oleh pendahulu mereka yang sama jeleknya, kaum Yahudi yang dengan lantang berkata tentang Allah perkataan yang keji, sebagaimana firman Allah,

"Sesungguhnya Allah telah mendengar perkatan orang-orang yang mengatakan: "Sesunguhnya Allah miskin dan kami kaya". Kami akan mencatat perkataan mereka itu dan perbuatan mereka membunuh nabi-nabi tanpa alasan yang benar, dan Kami akan mengatakan (kepada mereka): "Rasakanlah olehmu azab yang membakar." (Ali Imron: 181)

Dan firman Allah,

"Orang-orang Yahudi berkata: "Tangan Allah terbelenggu" , sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dila'nat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (Tidak demikian), tetapi kedua-dua tangan Allah terbuka. Dia menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki. Dan Al Qur'an yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan di antara mereka." (al-Ma'idah: 64)

Beginilah sifat orang munafik, bahkan mereka berbicara tentang Allah dengan perkataan yang sungguh tidak pantas, Allah berfirman,

"Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: "Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turannya) surat ini?" Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira. Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit , maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, disamping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir." (at-Taubah: 124-125)

Begitu juga mereka berbicara tentang Rasulullah perkataan yang tidak sungguh tidak pantas ditujukan pada seorang nabi mulia, Allah berfirman,

"Di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang menyakiti Nabi dan mengatakan: 'Nabi mempercayai semua apa yang didengarnya.'" (at-Taubah: 61)

Orang munafik menghina dan merendahkan Nabi Muhammad dengan mengatakan bahwa Nabi Muhammad selalu mempercayai apa saja yang didengarnya. Pada ayat selanjutnya Allah membantah dengan firman-Nya,

"Katakanlah: 'Ia mempercayai semua yang baik bagi kamu, ia beriman kepada Allah, mempercayai orang-orang mu'min, dan menjadi rahmat bagi orang-orang yang beriman di antara kamu.'" (at-Taubah: 61)

Bahkan Allah ta'ala mengancam dengan siksaan yang pedih kepada siapa saja yang menyakiti Rasulullah saw., Allah berfirman,

"Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka azab yang pedih." (at-Taubah: 61)

Selain itu, terkadang orang-orang munafik juga sangat buruk adabnya terhadap orang-orang mukmin dan sholeh. Mereka selalu berusaha untuk menyakiti dan menghina orang beriman. Sebagaimana firman Allah ta'ala,

"Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, "Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja." (at-Taubah: 65)

Bagaimanapun masalah ini sungguh tidak pantas untuk dijadikan senda gurau. Pada hakekatnya, senda gurau yang dilakukan orang-orang munafik ini bertujuan untuk merendahkan dan menghina agama Allah, karena mereka menghina orang-orang mukmin yang membawa agama Allah. Allah ta'ala berfirman,

"Katakanlah: 'Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?' Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa." (at-Taubah: 65-66)

5. Dari perkataan mereka dapat diketahui adanya permusuhan mereka terhadap Allah dan wali-wali-Nya.

Ketika hati orang-orang munafik telah dipenuhi kedengkian terhadap orang mukmin, dan hati mereka sudah tertutupi dengan permusuhan terhadap orang mukmin, maka mereka akan berusaha melampiaskan kebencian yang terpendam dalam hati mereka, lisan-lisan mereka pun menjadi lancar melontarkan kata-kata kebencian yang telah lama mereka pendam terhadap orang mukmin. Allah ta'ala berfirman,

"Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya." (Ali Imron: 118)

Walaupun orang-orang munafik berusaha sekuat tenaga menutup-nutupi rasa dengki dan benci mereka dengan menampakkan hal-hal yang baik, tetapi Allah tetap akan menampakkan kejahatan yang mereka sembunyikan itu. Allah berfirman,

"Atau apakah orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya mengira bahwa Allah tidak akan menampakkan kedengkian mereka ?" (Muhammad: 29)

Maka, orang-orang yang berilmu niscaya akan mengetahui kemunafikan mereka dari perkataan, gaya bahasa dan cara mereka berbicara. Allah berfirman,

"Dan kalau Kami kehendaki, niscaya Kami tunjukkan mereka kepadamu sehingga kamu benar-benar dapat mengenal mereka dengan tanda-tandanya. Dan kamu benar-benar akan mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka dan Allah mengetahui perbuatan-perbuatan kamu." (Muhammad: 30)

6. Selalu membuat kekacauan dan tidak memiliki andil ketika negara dilanda kesulitan.

Orang-orang munafik adalah hamba dunia, yang selalu berkeinginan mengeruk keuntungan duniawi. Mereka tidak mengenal tolong menolong, tidak mempunyai kemurahan hati, tidak rela berkorban demi agama dan negaranya.

Jangan kalian kira bahwa orang-orang munafik yang lemah imannya semacam mereka akan bersegera menjawab panggilan jihad layaknya para syuhada'. Jangan kalian tunggu janji mereka untuk berperang karena mereka hanyalah pengecut. Dan janji mereka terhadap Allah untuk menolong agama ini hanyalah palsu belaka. Allah ta'ala berfirman,

"Dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata :'Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya'. Dan (ingatlah) ketika segolongan di antara mreka berkata: "Hai penduduk Yatsrib (Madinah), tidak ada tempat bagimu, maka kembalilah kamu'. Dan sebahagian dari mereka minta izin kepada Nabi (untuk kembali pulang) dengan berkata : 'Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka (tidak ada penjaga)'. Dan rumah-rumah itu sekali-kali tidak terbuka, mereka tidak lain hanya hendak lari." (al-Ahzab: 12-12)

Bahkan, ketika disebutkan rencana berperang saja mereka sudah sangat ketakutan seakan-akan akan ditimpa kehancuran dan kematian. Allah ta'ala berfirman,

"Mereka mengira (bahwa) golongan-golongan yang bersekutu itu belum pergi; dan jika golongan-golongan yang bersekutu itu datang kembali, niscaya mereka ingin berada di dusun-dusun bersama-sama orang Arab Badwi, sambil menanya-nanyakan tentang berita-beritamu. Dan sekiranya mereka berada bersama kamu, mereka tidak akan berperang, melainkan sebentar saja." (Muhammad: 20)

Begitulah sifat-sifat orang munafik, walaupun sifat buruk mereka jauh lebih banyak dari pada yang telah disebutkan di atas. Maka sangat mengherangkan jika masih saja ada orang yang mengangkat mereka menjadi wali-wali atau pemimpin-pemimpin. Sungguh Allah telah menjelaskan sifat-sifat mereka dengan gamblang... Hanya kepada Allah lah kita mengadu..

 Alaa El-Diin Abdul Hadi, (Artikel ini diterjemahkan dari situs ar.islamway.com oleh tim redaksi alislamu.com dengan sedikit editing)

Isnin, 15 Oktober 2012

Mengundang Kemurkaan Allah ... Mempermain-mainkan hukum Allah

_______________________________________________________________

Aurat Wanita Di Khalayak Ramai & Tabarruj

Sejak diutusnya Rasulullah SAW, kedudukan wanita telah dimuliakan oleh Islam yang selama ini terhina di bawah sistem Jahiliyyah. Islam memandang bahawa wanita adalah aurat yang perlu dijaga dan Islam telah merincikan hukum berhubung hal ini. Islam telah membezakan perbincangan aurat wanita di dalam dua keadaan:-

(i) di dalam hayatul khasas (kehidupan khas yakni di rumah)

(ii) di dalam hayatul am (kehidupan umum yakni di luar rumah atau di khalayak ramai).

Untuk tujuan penulisan ini, kami hanya akan menyentuh kedudukan aurat wanita di dalam hayatul am. Aurat wanita adalah seluruh anggota tubuhnya kecuali wajah dan dua telapak tangannya. Leher dan rambutnya adalah aurat di hadapan lelaki ajnabi (bukan mahram) walaupun sehelai. Pendek kata, dari hujung rambut sampai hujung kaki kecuali wajah dan dua telapak tangan adalah aurat yang wajib ditutup. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT,

“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa tampak daripadanya” [TMQ an-Nur (24):31].

Ibn Abbas menafsirkan kalimat “yang biasa tampak daripadanya” sebagai wajah dan kedua telapak tangan. Menurut Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani di dalam kitabnya Nizam al-Ijtima’ei Fi al-Islam, yang dimaksud dengan “yang biasa tampak daripadanya” adalah ‘wajah dan kedua telapak tangan’, kerana kedua anggota tubuh wanita inilah yang biasa tampak dari para Muslimah di hadapan Nabi SAW dan baginda membiarkannya. Kedua anggota tubuh wanita ini pula yang biasa tampak dalam pelaksanaan ibadah-ibadah tertentu seperti haji dan solat.

Di samping itu, dalil lain yang menunjukkan bahawa seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan kedua telapak tangannya adalah sabda Rasulullah SAW

“Sesungguhnya seorang anak perempuan jika telah haid (baligh), tidak boleh terlihat dari dirinya kecuali wajah dan kedua tangannya hingga pergelangan tangan” [HR Abu Daud].

Dalil-dalil ini dengan jelas menunjukkan bahawa seluruh tubuh wanita adalah aurat, kecuali wajah dan kedua telapak tangannya. Juga dengan jelas menunjukkan bahawa wanita wajib menutupi auratnya, yakni ia wajib menutupi seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan kedua telapak tangannya. Larangan atas kaum wanita untuk menampakkan perhiasannya adalah larangan untuk menampakkan auratnya. Adanya larangan untuk menampakkan aurat, secara dalalatul iltizam menunjukkan atas larangan (terhadap lelaki) melihat bahagian tubuh wanita yang dilarang untuk ditampakkan.

Seperkara lagi, Asy-Syari’ telah mewajibkan penutup aurat itu harus berupa sesuatu (pakaian) yang boleh menutupi warna kulit, ertinya kain penutup (pakaian) wanita itu wajib menutupi kulit sehingga tidak boleh diketahui (dibezakan) bahagian yang berwarna putih dari yang merah atau coklat. Jika tidak demikian, maka pakaian tersebut tidak dinilai sebagai menutup aurat. Oleh kerana itu, jika kain penutup (pakaian) itu adalah tipis (transparan) yang tetap menampakkan warna kulit yang ada di baliknya, maka kain penutup seperti itu tidak boleh dijadikan penutup aurat. Sabda Nabi SAW, “Tidak boleh terlihat dari dirinya” merupakan dalil yang jelas bahawa Asy-Syari’ telah mensyaratkan di dalam sesuatu yang digunakan menutupi aurat agar tidak terlihat aurat yang ada di baliknya. Ertinya, harus menutupi kulit, tidak menampakkan apa yang ada di baliknya. Inilah hukum tentang menutup aurat. Hukum ini perlu dibezakan dengan hukum pakaian wanita dalam hayatul am dan juga hukum tabarruj (dibincangkan di bawah). Menutup aurat sahaja tidak mencukupi apabila seseorang wanita itu berjalan di jalan umum, sebab As-Syari’ telah menetapkan pakaian tertentu bagi wanita apabila ia berada di dalam hayatul am dan ia juga tidak boleh ber-tabarruj. Pakaian wanita dalam hayatul am terdiri dari dua jenis iaitu:-

(i) libas asfal (baju bawah) yang disebut dengan jilbab, dan

(ii) libas ‘ala (baju atas) iaitu khimar (tudung).

Mengenai kewajipan pakaian bawah (libas asfal), Allah SWT berfirman,

“Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka” [TMQ al-Ahzab (33):59].

Dalam kitab Al-Mu’jam Al-Wasith karya Dr. Ibrahim Anis [Kaherah: Darul Maarif ms 128], jilbab diertikan sebagai ats-tsaubul musytamil ala al-jasadi kullihi (pakaian yang menutupi seluruh tubuh), atau ma fauqa ats-tsiyab kal milhafah (pakaian luar yang dikenakan di atas pakaian rumah seperti milhafah (semacam jubah), atau al-mula’ah asy-tamilu biha al-mar’ah (pakaian luar yang digunakan untuk menutupi seluruh tubuh wanita). Berdasarkan pengertian ini, jelaslah bahawa yang diwajibkan ke atas wanita adalah mengenakan pakaian yang satu (sekeping) umpama jubah yang lurus dari atas hinggalah ke bawah. Maksud milhafah/mula’ah adalah pakaian yang dikenakan sebagai pakaian luar [di dalamnya masih ada pakaian dalam (pakaian rumah) atau pakaian sehari-hari] lalu diulurkan ke bawah hingga menutupi kedua mata kakinya.

Jika ia tidak memiliki mula’ah atau milhafah, hendaklah ia meminjamnya dari saudaranya, jirannya atau kerabatnya. Jika ia tidak dapat meminjamnya atau tidak ada yang mahu memberinya pinjam, maka ia tidak boleh keluar rumah tanpa mengenakan pakaian tersebut. Diriwayatkan dari Ummu ‘Athiyah yang berkata,

“Rasulullah SAW memerintahkan agar kami mengeluarkan para wanita yakni hamba-hamba sahaya perempuan, wanita-wanita yang sedang haid, dan para gadis pingitan, pada hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Wanita-wanita yang sedang haid, mereka memisahkan diri tidak ikut menunaikan solat, tetapi tetap ikut menyaksikan kebaikan dan (mendengarkan) seruan kepada kaum Muslimin. Aku lantas berkata, ‘Ya Rasulullah, salah seorang di antara kami tidak memiliki jilbab’. Rasulullah lalu menjawab, ‘Hendaklah saudaranya memakaikan (meminjamkan) jilbabnya kepada wanita itu” [HR Muslim].

Dalil-dalil di atas menunjukkan dengan jelas tentang pakaian wanita di kehidupan umum. Allah SWT di dalam kedua ayat di atas, telah mendeskripsikan pakaian tersebut yang telah diwajibkan kepada wanita untuk dikenakan dalam kehidupan umum, dengan deskripsi rinci, lengkap dan menyeluruh.

Untuk pakaian atas (libas ‘ala), wanita disyariatkan/diwajibkan memakai khimar iaitu tudung atau apa sahaja bahan/kain yang serupa dengannya yang berfungsi menutupi seluruh kepala, leher, dan lubang leher baju di dada. Allah SWT berfirman,

“Dan hendaklah mereka menutupkan kain tudung ke dadanya” [TMQ an-Nur (24):31].

Maksudnya, hendaklah para wanita mengulurkan kain penutup kepalanya ke leher dan dadanya, untuk menyembunyikan apa yang tampak dari belahan baju dan belahan pakaian, berupa leher dan dada. Dan hendaknya tudung itu telah siap atau tersedia untuk dikenakan apabila wanita keluar ke pasar-pasar atau berjalan di jalanan atau berada di khalayak ramai. Maka jika seorang wanita telah mengenakan libas asfal dan libas ‘ala ini, barulah boleh ia keluar dari rumahnya menuju kehidupan umum. Jika ia tidak mengenakan kedua jenis pakaian ini, maka haram baginya berada dalam hayatul am.

Mengenai tabarruj, Islam mengharamkan kaum wanita untuk ber-tabarruj. Allah SWT berfirman,

“Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid) yang tiada ingin kahwin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan” [TMQ an-Nur (24):60].

Ayat ini melarang wanita yang sudah tua untuk ber-tabarruj iaitu tatkala ayat ini meletakkan syarat terhadap wanita tua itu dalam menanggalkan atau melepaskan pakaian yang boleh untuk ditanggalkan, hendaklah ia tidak ber-tabarruj. Mafhumnya, ayat ini merupakan larangan tabarruj. Mafhum muwafaqah dari ayat ini adalah, jika kaum wanita yang sudah tua dilarang melakukan tabarruj, maka apatah lagi wanita selain mereka (wanita yang lebih muda). Firman Allah yang lain,

“Dan hendaklah kamu tetap di rumah kamu, dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang jahiliah” [TMQ Al-Ahzab (33):33].

Allah SWT juga berfirman,

“Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan” [TMQ an-Nur (24):31].

Apa jua perbuatan lain yang menyerupai apa yang disebutkan di dalam ayat ini dinilai sebagai tabarruj. Tabarruj maknanya adalah, ‘menampakkan perhiasan dan kecantikan kepada lelaki asing (bukan mahram)’. Dikatakan di dalam bahasa Arab, tabarrajat al-mar’ah (seorang wanita bertabarruj) ertinya az-harat zinataha wa mahasinaha li al-ajanib (wanita itu telah menampakkan perhiasan dan kecantikannya kepada lelaki ajnabi -bukan mahramnya-).

Terdapat sejumlah hadis tentang larangan atas setiap perbuatan yang dinilai sebagai tabarruj. Abu Musa al-Asy‘ari menuturkan bahawa Rasulullah SAW pernah bersabda,

“Wanita mana sahaja yang memakai wangian kemudian melewati suatu kaum agar mereka mencium aromanya, maka ia (seperti) wanita yang berzina (pelacur)” [HR Ibn Hibban & al-Hakim].

Maksudnya, seperti wanita yang berzina dalam hal dosanya. Rasulullah SAW juga bersabda,

“Ada dua golongan di antara penghuni neraka yang belum pernah aku lihat keduanya, suatu kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang mereka gunakan untuk memukul orang dan perempuan yang berpakaian tetapi telanjang yang cenderung dan mencenderungkan orang lain (kepadanya), (hiasan) kepala mereka seperti ponok unta yang miring. Mereka ini tidak akan masuk syurga dan tidak akan mencium aroma syurga. Walhal sesungguhnya aroma syurga itu boleh tercium sejauh perjalanan demikian dan demikian” [HR Muslim].

Kesemua dalil di atas secara jelas menunjukkan larangan (keharaman) tabarruj. Oleh itu, apa jua perhiasan atau make-up yang dapat menarik pandangan lelaki dan dapat menampakkan kecantikan wanita, maka ia termasuk tindakan tabarruj jika seorang wanita muncul di dalam kehidupan umum dengan perhiasan seperti itu dan ia telah berdosa.

Khatimah

Sesungguhnya Islam telah memuliakan wanita dan meletakkan beberapa hukum khusus untuk kaum hawa ini agar ia tidak menjadi bahan atau objek yang boleh dipergunakan sewenang-wenangnya. Tidak sebagaimana sistem Kapitalis hari ini yang telah menjadikan wanita sebagai bahan komoditi, alat dan objek seks semata-mata, Islam telah memberikan satu kehidupan yang unik dan tenteram untuk kaum wanita. Islam telah melarang wanita untuk melakukan segala bentuk perbuatan yang mengandungi bahaya terhadap akhlak atau yang dapat merosakkan masyarakat. Kerana itu, seorang wanita dilarang untuk bekerja dengan pekerjaan yang dimaksudkan untuk memanfaatkan ‘aspek kewanitaan’ mereka. Diriwayatkan dari Rafi’ ibn Rifa’ah, ia menuturkan bahawa,

“Nabi SAW telah melarang kami (mendapat hasil) dari pekerjaan seorang pelayan wanita kecuali yang dikerjakan dengan kedua tangannya. Beliau bersabda (sambil menunjukkan), ‘begini’ dengan jari-jemarinya seperti membuat roti, memintal, atau menenun” [HR Ahmad].

Maksudnya, seorang wanita dilarang untuk bekerja sebagai pelayan di tempat-tempat penjualan untuk menarik pelanggan. Juga, wanita di larang bekerja di pejabat-pejabat atau di kaunter-kaunter apa sekalipun dengan maksud untuk memanfaatkan unsur kewanitaannya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan tertentu. Wanita dilarang sama sekali (haram) bekerja sebagai pelayan bagi lelaki, sebagai model, pramugari dan pekerjaan-pekerjaan lainnya yang bertujuan ‘memanfatkan’ unsur kewanitaannya. Di sinilah Islam telah meletakkan satu kemuliaan kepada kaum hawa sebagai seorang yang bergelar wanita, isteri dan ibu di mana Islam telah menetapkan bahawa wanita adalah aurat yang perlu dijaga, bukan dieksploitasi. Namun sayangnya di sebalik semua kemuliaan yang diberikan oleh Islam, terdapat segelintir wanita yang sengaja memilih jalan untuk menjerumuskan diri mereka ke jurang neraka. Na’uzubillah min zalik.

Dr Maszlee Malik - Pemikiran Yusuf Al-Qaradhawi Dalam Konteks Siyasah

Khamis, 11 Oktober 2012

CERAMAH UMUM PAS 9 OKT 2012

Ceramah Umum 9 10 2012

Ust Roslan Ismail
Kg. Pinang Baru, Bukit Besi
Terengganu
Video :
Streaming , Download

Ceramah Umum 9 10 2012

YB Hj Wan Hassan Ramli
Kg. Pinang Baru, Bukit Besi
Terengganu
Video :
Streaming , Download

Ceramah PGU 5.0 6 10 2012

DS TG Hj Abd Hadi Awang
Dataran Jabi, Jabi
Setiu, Trg
Video :
Streaming , Download

Ceramah PGU 5.0 6 10 2012

TS Abd Kadir Syeikh Fadzil
Dataran Jabi, Jabi
Setiu, Trg
Video :
Streaming , Download

Ceramah PGU 5.0 6 10 2012

Ahmad Amzad Hashim
Dataran Jabi, Jabi
Setiu, Trg
Video :
Streaming , Download

Ceramah Umum 9 10 2012

Ust Azman Shapawi Rani
Kg. Pinang Baru, Bukit Besi
Terengganu
Video :
Streaming , Download

Ceramah Umum 9 10 2012

DS TG Hj Abd Hadi Awang
Kg. Pinang Baru, Bukit Besi
Terengganu
Video :
Streaming , Download

Ceramah PGU 5.0 6 10 2012

TS Lajim bin Ukim
Dataran Jabi, Jabi
Setiu, Trg
Video :
Streaming , Download

Ceramah PGU 5.0 6 10 2012

YB Leng Ngah Ngah
Dataran Jabi, Jabi
Setiu, Trg
Video :
Streaming , Download

Ceramah PGU 5.0 6 10 2012

Dato' Omar Abu Bakar
Dataran Jabi, Jabi
Setiu, Trg
Video :
Streaming , Download






Rabu, 10 Oktober 2012

Ketua Pembangkang, Anwar Ibrahim bersiaran langsung dari CNN International, New York, Amerika Syarikat.






Kira-kira jam 0930 pagi waktu New York (0930 malam tadi [Rabu] waktu Malaysia), Ketua Pembangkang, Anwar Ibrahim bersiaran langsung dari CNN International, New York, Amerika Syarikat.

Program yang ditemuramah oleh wartawan CNN Hong Kong, Kristie Lu Stout menerusi sidang video secara langsung ini membicarakan tentang bagaimana kesan demokrasi di Mesir mampu mengubah dunia Islam secara keseluruhannya.

http://btmmari.blogspot.com/2012/10/video-yang-najib-tak-sanggup-tengok.html

Jumaat, 5 Oktober 2012

JATUHKAN UMNO JIKA TIDAK MAHU ANAK MAHATHIR BOLOT KEKAYAAN NEGARA

NEGARA KITA UNTUK KITA: JATUHKAN UMNO JIKA TIDAK MAHU ANAK MAHATHIR BOLOT KEKAYAAN NEGARA :

Setiausaha Agung KEADILAN, Datuk Saifuddin Nasution Ismail berkata, kerajaan Putrajaya perlu ditukar sekarang bagi mengelakkan hasil minyak dibolot keluarga pemimpin Umno.


“Ini kerana syarikat yang mengurus carigali telaga minyak sekarang ada dimiliki keluarga pemimpin-pemimpin Umno sahaja. Misalnya dua telaga minyak di perairan Kelantan dimiliki syarikat anak Tun Dr Mahathir Mohamad.


“Di perairan Kelantan masih ada 23 lagi telaga minyak yang belum lagi beroperasi. Setiap telaga minyak dianggarkan bernilai kira-kira RM3 bilion. Jadi bagi mengelakkan telaga minyak tersebut dibolot keluarga pemimpin Umno, kerajaan yang ada di Putrajaya sekarang perlu ditukar.